Page 176 - Ebook_Toponim Jogja-
P. 176
158 Toponim Kota Yogyakarta
2. Kampung Pingit
Kampung Pingit tercatat masuk area Kelurahan Bumijo. Dari penelusuran sejarah
kebudayaan lokal, muasal Kampung Pingit berelasi dengan adat perempuan yang
akan mengakhiri masa lajang. Tahun 1939, Poerwadarminta dalam Bausastra Jawa
menjembarkan lema pingit (disengker) yang berarti: disimpên kanthi prêmati (bocah wadon).
Maksudnya, perempuan yang disimpan rapat-rapat dalam ruangan atau rumah agar
tidak keluar sebelum waktunya (acara pernikahan). Berkembang suatu cerita lokal,
daerah ini menjadi tempat menyimpan wanita pilihan Hamengkubuwana VII. Beruntung
wanita tersebut dipingit Sultan, pemegang kendali kekuasaan di tanah Yogyakarta.
Dalam kebudayaan Jawa yang bersumber pada keraton, tumbuh tradisi calon pengantin
wanita dilarang berpergian keluar rumah atau dipingit jelang pernikahan. Dalam adat
Jawa Yogyakarta dan Surakarta, tradisi memingit calon pengantin wanita sebelum hari
pernikahan disebut sengkeran.
Umumnya, masa pingitan berlangsung 1-2 bulan menyambut hari yang istimewa itu.
Bukan sekadar memupuk atau menahan rindu antara kedua mempelai. Tatkala dipingit,
calon pengantin dapat beristirahat serta fokus menyiapkan diri untuk hari pernikahan.
Tradisi keraton yang masih lestari hingga kini, calon pengantin selama dipingit akan
melakoni perawatan tubuh dan mempercantik diri. Asa terpacak, ia bakal tampil
prima dan memesona sewaktu acara puncak. Tradisi pingit di mata masyarakat Jawa
klasik dinilai bagus lantaran bertujuan calon pengantin memperoleh keselamatan dan
terbebas dari marabahaya yang mengganggunya. Dengan begitu, toponim Kampung
Pingit bukan sebatas identitas lokal, namun menjaga memori tentang tradisi pingit
yang didekap masyarakat Jawa.

