Page 39 - BUKU KENANGAN PSI 71 (FINAL)_Neat
P. 39

Ngga ada lu ga rame


                          JANGAN PUTUS ASA DARI RAHMAT ALLAH

          Sore itu, aku dan suami membawa anak ke-2 kami yang berusia 2 bulan ke dokter anak, karena
          demam tinggi dan kejang. Kami terkejut Ketika dokter mengatakan bahwa anak kami terkena
          radang  selaput  otak  (meningitis  purulenta).  Kami  dirujuk  ke  RSCM.  Di  poliklinik,  anakku
          mendapat  suntikan  pertama  di  kepalanya  yang  selanjutnya  dirawat  untuk  berbagai
          pemeriksaan dan pengobatan. Aku menungguinya, dan suntikan itu diberikan setiap 4 jam.
          Aku  hanya  bisa  memegangi  kedua  tangannya  sambil  berdoa  dalam  hati  “Ya  Allah,
          pindahkanlah  rasa  sakit  itu  kepadaku,  sembuhkanlah  dan  jangan  biarkan  dia  menderita”.
          Setelah  kurang  lebih  tiga  minggu,  anakku  diperbolehkan  pulang  dan  harus  berobat  jalan
          selama tujuh tahun. Kembali kami dikejutkan dengan pernyataan dokter, bahwa anak kami
          bisa sembuh dengan kemungkinan besar mengalami keterbelakangan mental. Kami harus siap
          menghadapi  kondisinya  yang  rentan  dan  harus  betul-betul  menjaganya  jangan  sampai
          kembali mengalami kejang yang akan berakibat fatal. Sejak itu setiap bulan anakku menjalani
          pemeriksaan  EEG  (Electroencephalogram)  di  Rumah  Sakit  Syaraf,  dan  hasilnya  dibawa  ke
          dokter  anak  yang  dirujuk.  Semula aku  berencana akan  melanjutkan  kuliah  sambil  bekerja
          setelah anakku berusia 3bulan. Tapi dengan kondisi anakku yang seperti itu aku memutuskan
          untuk  mengubur  dalam-dalam  semua  cita-citaku.  Aku  menyadari  bahwa  anakku  adalah
          karunia  dan  amanah  Allah  yang  harus  kujaga.  Ku  pasrahkan  segalanya  kepada-Nya.  “Ya
          Allah...berikanlah  petunjuk,  kekuatan,  dan  kemampuan  kepadaku  untuk  bisa  merawat,
          menjaga,  membesarkan,  dan  mendidiknya  menjadi  anak  yang  pintar  dan  shalihah”.  Aku
          perlakukan dia seperti anak yang normal, tapi tidak memaksakan, dan aku tak putus berdoa
          untuknya. Aku ingat nasihat almarhum ayahku, bahwa dalam menghadapi kehidupan jangan
          lepaskan pegangan kepada Allah SWT. Dari sekian banyak nasihatnya, yang selalu ku ingat
          adalah 2 ayat di dalam Al-Qur’an: (1). Q.S. Yusuf (12:87) “... dan jangan kamu berputus asa dari
          rahmat Allah. Sesungguhnya tiada berputus asa dari rahmat Allah, melainkan kaum yang kafir";
          (2).  Q.S.  Al-Baqarah  (2:45)  “Jadikanlah  sabar  dan  shalat  sebagai  penolongmu.  Dan
          sesungguhnya yang demikian itu sungguh berat, kecuali bagi orang-orang yang khusyu”. Kami
          jalani  segalanya  dengan  keyakinan  bahwa  Allah  SWT  akan  memberikan  pertolongan  dan
          rahmat-Nya. Ketika anakku berusia 5 tahun (TK), kami berobat rutin seperti biasa. Ternyata
          saat itu dokter yang biasa menangani anakku sedang dinas ke luar negeri, dan digantikan oleh
          dokter anak yang lain. Setelah membaca status rekam medis anakku, kemudian ia memeriksa,
          mengajaknya ngobrol, dan bercanda sampai anakku tertawa senang. Ia menanyakan banyak
          hal kepada anakku, termasuk bagaimana ia di sekolah. Dokter tersebut berpesan bahwa aku
          harus yakin, bahwa anakku sehat dan memperlakukannya seperti anak pada umumnya. Tapi
          proses  pengobatan  yang  sudah  berjalan  harus  tetap  dilanjutkan  sampai  tuntas.  Kami
          bersyukur dan semakin semangat serta yakin akan pertolongan Allah SWT. Tak terasa waktu
          berjalan, anakku lancar melalui pendidikannya di TK, SD, SMP (dengan prestasi peringkat1-
          5), dan SMA dengan prestasi rata-rata. Dan akhirnya ia memasuki sebuah perguruan tinggi
          swasta dengan jurusan yang sama dengan jurusanku saat kuliah. Ia berhasil menyelesaikan
          jenjang  S1-nya  dengan  predikat  wisudawan  terbaik  di  jurusannya.  Alhamdulillaah,  aku
          bersyukur  Allah  telah  mengabulkan permohonan  kami.  Kemudian anakku  bekerja  sebagai
          dosen di almamaternya, dan melanjutkan studi S2 di sebuah perguruan tinggi negeri. Ketika
          itu, suamiku sakit (stroke). Tapi ia tetap men-support anakku untuk menyelesaikan studinya.
          Alhamdulillah, ia sempat menyaksikan kelulusannya dan wafat setahun kemudian. Setelah
          semua perjalanan ini, aku merenung. Inilah buah dari doa-doa, usaha, dan kesabaran kami,
          serta perkenan-Nya. Ternyata Allah punya rencana yang sangat indah pada waktunya. Aku
          bersyukur,  Allah  telah  mewujudkan  cita-citaku  dahulu  pada  diri  anakku,  bahkan  dengan
          kelebihan-kelebihan   lain   yang   Allah   karuniakan   kepadanya.Alhamdulillaah,
          Wasyukurillaah...Subhaanallaah,   Walhamdulillaah,   Walaailaahaillallaah,   Allaahuakbar.
          Laahaulaa walaaquwwata Illaabillaahil ‘Aliyyil ‘adziim...
                                                                EUTIK SYARIFAH



             50 Tahun Persahabatan PSI71   24
   34   35   36   37   38   39   40   41   42   43   44