Page 41 - BUKU KENANGAN PSI 71 (FINAL)_Neat
P. 41

Ngga ada lu ga rame

                             BERAWAL DARI SEBUAH PERMINTAAN
              Pada  waktu  saya  bertemu  dengan  Prof.Dr.R.  Mar’at  di  kampus  Dago  Pojok,  satu  minggu
          setelah saya lulus menjadi Sarjana Psikologi, beliau bertanya kepada saya : “Apakah kamu tidak
          berkeberatan  jika  saya  meminta  kamu  menjadi  dosen  disini”.  Mulanya  saya  terkejut  dan
          kemudian  menjawab  bahwa  seorang  dosen  itu  harus  pintar  dan  saya  tidak  termasuk  dalam
          kelompok itu. Beliau hanya tersenyum dan kemudian bercerita tentang kegalauannya mengenai
          kondisi regenerasi dosen di fakultas serta apa yang harus dilakukan untuk menjadi seorang dosen
          yang baik. Pendek cerita saya tidak kuasa untuk menolak tawaran beliau dan menerima tawaran
          beliau. Setelah melalui sejumlah tahapan dan setelah menunggu hampir dua tahun, jadilah saya
          seorang dosen (yang tidak termasuk pintar). Hehehehe.
              Pada  saat  saya  menjabat  sebagai  PD  III  saya  diminta  oleh  Dekan  untuk  membantu
          merencanakan pengadaan kebutuhan mebeler (baik untuk kebutuhan kantor maupun kuliah) untuk
          kampus baru di Jatinangor. Pada waktu itu, yang menggembirakan, saya bisa mendesak PIMPRO
          UNPAD untuk memenuhi seluruh kebutuhan mebeler tersebut, dari yang tadinya hanya disetujui
          60% dari kebutuhan. Tugas tambahan lain adalah; saya juga diminta Dekan untuk menjadi anggota
          Badan Pengawas pembangunan kampus Fakultas Psikologi di Jatinangor, mewakili fakultas. Sebagai
          anggota Badan Pengawas, yang tidak mudah adalah tetap menjaga kepentingan fakultas (yang tidak
          selalu sejalan dengan perencanaan UNPAD) untuk dapat terealisasi. Salahsatu contohnya adalah
          ketiadaan tempat ibadah karena tidak termasuk dari perencanaan. Namun kala itu (setelah hampir
          1 tahun pindah ke Jatinangor) saya melihat mahasiswa agak kesulitan untuk menunaikan ibadah
          shalat  secara  tumaninah.  Akhirnya,  sebagai  anggota  Badan  Pengawas  saya  mengusulkan  untuk
          membatalkan sejumlah item pengadaan dan mengalihkan dananya untuk membuat mesjid. Pihak
          PIMPRO  mengatakan  bahwa  dananya  tidak  akan  cukup,  tapi  saya  berkeras  dan  mengatakan
          dicukup-cukupkan  saja.  Besoknya,  di  kampus  saya  bertemu  dengan  seorang  teman  lama  yang
          ternyata dia adalah rekanan yang ditunjuk PIMPRO UNPAD untuk menata lingkungan eksternal
          kampus. Dia bertanya pada saya, apakah benar saya menghendaki dibangunnya sebuah mesjid. Saya
          membenarkannya. Dia berkata pada saya agar saya tenang-tenang saja dan akan membangunkan
          sebuah mesjid dari uang pribadinya. Maka jadilah sebuah mesjid yang kemudian diberi nama mesjid
          At-Tholibin (tempat menimba ilmu).
              Pada  saat  saya  menjabat  sebagai  PD  II,  salahsatu  persoalan  fakultas  adalah  keterbatasan
          ruang kuliah untuk Program Magister Profesi. Pihak fakultas sudah mencoba meminta pada rektorat
          agar diijinkan menggunakan eks Asrama Putri Rengganis untuk keperluan tersebut di atas, tapi
          selalu tidak berhasil. Hal itu berlangsung terus sampai pada suatu hari saya masuk ke ruang PR II
          karena akan rapat. Sambil menunggu rapat dimulai, saya ngobrol dengan PR II dan ditengah obrolan
          itu saya menyinggung tentang pemanfaatan eks Asrama Putri Rengganis. Beliau mengatakan belum
          ada  rencana tentang  itu.  Saya  fikir  ini sebuah  kesempatan  dan  kemudian  saya  bertanya  apakah
          Fakultas  Psikologi  boleh  menggunakan  sejumlah  ruangan  bekas  asrama  putri  tersebut.  Beliau
          bertanya untuk apa. Saya kemudian menjelaskan tentang perkembangan Program Magister Profesi
          dan  kesulitan  yang  ada.  Besoknya (sesuai  dengan  perjanjian),  dengan  mengajak  Ketua  Program
          Magister Profesi, PD I dan Kepala BPIP saya bertemu dengan beliau di kompleks eks Asrama Putri
          Rengganis.  Setelah  berkeliling  untuk  memeriksa  keaadaan  bekas  asrama  putri  tersebut,  beliau
          berkata:  “Kalau  Fakultas  Psikologi  hanya  meminta  beberapa  ruangan,  saya  tidak  akan
          mengijinkan, tapi kalau meminta seluruh bangunan di kompleks ini saya ijinkan”. Selanjutnya
          diajukanlah  surat  permohonan  kepada  PR  II  dan  tidak  lama  kemudian  terbitlah  surat  ijin  yang
          menyatakan  bahwa  bangunan  di  kompleks  eks  Asrama  Putri  Rengganis  berada  dibawah
          pengelolaan Fakultas Psikologi UNPAD.
          Masih pada saat saya menjabat sebagai PD II, persoalan lain yang ingin saya atasi adalah bagaimana
          bisa menyelenggarakan kantin murah tetapi bersih. Kebetulan pada waktu itu ada rencana pihak
          rektorat untuk “mengusir” keluar pedagang kaki lima yang berjualan disekitar kampus. Saya berfikir
          kalau beberapa dari mereka ditampung dan difasilitasi oleh fakultas, mahasiswa dapat memperoleh
          makanan murah tetapi bersih dan sehat. Kemudian saya menghubungi Kepala Biro Umum UNPAD
          dan  menceritakan  keinginan  saya  itu.  Beliau  menyambut  baik  keinginan  itu  dan  berjanji  akan
          membantu. Beberapa bulan kemudian bangunan yang diinginkan pun berdiri dan biayanya berasal
          dari sumbangan salahsatu bank yang menjadi mitra UNPAD.
              Dari pengalaman-pengalaman saya tersebut di atas saya semakin yakin bahwa; bila Allah
          SWT sudah berkehendak tidak ada yang bisa menghalangiNya dan semuanya akan terjadi
          pada waktunya.
                                                            AMIR SJARIF BACHTIAR


             50 Tahun Persahabatan PSI71   26
   36   37   38   39   40   41   42   43   44   45   46