Page 88 - Drs. Adrianus Howay, MM - Meretas Batas Pendidikan di Tanah Papua
P. 88

“Nah, sekarang tanganmu sudah bisa melingkari kepala.
            Umurmu sudah cukup untuk masuk sekolah, “ kata guru yang
            mengukur Adrian.


                    Kegembiraan terpancar di wajah Adrian kecil. Ia melihat
            urutan di belakangnya.  Beberapa  teman  satu kampung yang
            mendaftar sebagian diterima; sebagian lagi pulang dengan wajah
            kusut seperti dirinya tahun lalu.


                     Adrian pulang dengan wajah sumringah. Ia digandeng
            mama dan kakak perempuannya. Serasa tidak sabar, mengabarkan
            berita gembira itu ke ayahnya di kebun.


            “  Bapak,  saya  sudah  bisa  masuk  sekolah  !”  seru  Adrian
            memanggil bapaknya.


                    Sebagai  orang tua, Samuel  dan Rachel  turut gembira
            mendengar Adrian sudah bisa masuk sekolah. Mereka melihat
            anak  keduanya  ini  cukup pintar  dan sangat  antusias untuk
            sekolah.


            “Ya, nanti sekolah baik-baik. Jangan nakal !” kata Mama Rachel.

                    Seperti  layaknya  anak-anak  yang pertama  kali  masuk

            sekolah, Adrian memperhatikan guru menulis di papan tulis di
            depan kelas. Adrian merasa bisa mengikuti pelajaran. Dengan
            yakin ia mulai menulis di kertas miliknya. Melingkar, miring,
            memanjang.  Itulah  yang  diingatnya  untuk  menggambarkan

            tulisan yang di tulis guru di depan kelas. Perhitungannya salah;


        76
   83   84   85   86   87   88   89   90   91   92   93