Page 108 - KLIPING KETENAGAKERJAAN 16 MARET 2021
P. 108

KASUS BPJAMSOSTEK BERBEDA DENGAN JIWASRAYA & ASABRI, INI KATA AHLI

              PENGAMAT Ekonomi Ardo R. Dwitanto angkat bicara terkait penyidikan yang dilakukan Kejaksaan
              Agung  (Kejagung)  RI  terhadap  BPJS  Ketenagakerjaan  (BPJAMSOSTEK).  Ardo  menegaskan,
              penurunan nilai investasi saham BPJAMSOSTEK berbeda secara mendasar pada investasi saham
              pada Jiwasraya dan Asabri. Paling tidak ada empat hal yang menjadi pertimbangan.

              "Pertama, emiten-emiten yang sahamnya dibeli BPJAMSOSTEK merupakan emiten-emiten yang
              juga  dibeli  para  investor  saham  pada  umumnya.  Kedua,  penurunan  nilai  investasi  saham
              BPJAMSOSTEK disebabkan risiko pasar. Ketiga, risiko pasar yang dialami BPJAMSOSTEK setelah
              dilakukan diversifikasi saham mengikuti indeks pasar saham. Keempat, penurunan nilai investasi
              saham BPJAMSOSTEK tidak berdampak pada kemampuan dalam pembayaran klaim," beber Ardo
              dalam  keterangan  tertulis.  Bahkan,  lanjut  dia,  emiten-emiten  pilihan  dari  BPJAMSOSTEK
              merupakan penghuni tetap Indeks LQ45 dan sebagian besar merupakan penghuni indeks saham
              investasi  global.  Yaitu, MSCI  Indonesia  Index, di  antaranya  BBCA,  BBRI,  TLKM,  BMRI,  ASII,
              UNVR, BBNI, dan UNTR. MSCI Indonesia Index merupakan indeks acuan bagi investor global
              ketika berinvestasi saham di Indonesia.
              "BPJAMSOSTEK memiliki profil risiko investasi saham cenderung konservatif, yakni mengikuti
              indeks  pasar  saham.  Emiten-emiten  saham  yang  berada  dalam  portofolio  investasi
              BPJAMSOSTEK merupakan penghuni tetap indeks pasar," tegas Ardo. "Dengan kata lain, semua
              emiten tersebut, pada umumnya, merupakan emiten-emiten pilihan utama para investor karena
              memiliki kinerja yang bagus, mapan, dan memiliki kapitalisasi pasar saham yang besar atau big
              caps," imbuhnya lagi.

              Penurunan nilai investasi saham BPJAMSOSTEK, sambung Ardo, disebabkan risiko pasar. Semua
              investasi memiliki dua sisi yang tidak dapat dipisahkan. Yaitu potensi untung dan potensi rugi
              (risiko). Mengejar potensi untung (return) yang tinggi berarti harus menerima pula potensi rugi
              (risiko) yang tinggi. Sebaliknya, potensi untung yang rendah diikuti pula oleh potensi rugi yang
              rendah. Ini yang dinamakan dengan risk-return trade-off.

              "Meskipun terjadi unrealized loss pada investasi saham, secara keseluruhan nilai dana kelola
              investasi  BPJAMSOSTEK  meningkat  terus  sejak  tahun  2015.  Per  Desember  2015,  nilai  dana
              investasi BPJAMSOSTEK sebesar Rp206,05 triliun dan meningkat terus hingga akhir tahun 2020
              nilai dana investasinya sebesar Rp486,38 triliun atau meningkat sebesar 137%. "Ini merupakan
              bukti bahwa manajemen risiko investasi yang diterapkan oleh BPJAMSOSTEK telah membuahkan
              hasil  portofolio  investasi  yang  tahan  uji  terhadap  stock  market  crash  akibat  lonjakan
              ketidakpastian yang ditimbulkan oleh pandemi Covid-19," pungkas Ardo.

              Bahkan, tambah Ardo, sejak 2016, imbal hasil JHT berhasil dipertahankan di atas rata-rata bunga
              deposito  bank  pemerintah.  Di  tahun  2017,  imbal  hasil  JHT  mencapai  7,83%  per  tahun.
              Sedangkan, di tahun 2020 imbal hasil JHT sebesar 5,59% per tahun, tetap di atas rata-rata
              bunga deposito bank pemerintah, yaitu sebesar 3,62% per tahun. Ini membuktikan komitmen
              dari BPJAMSOSTEK untuk menjaga sustainable growth nilai investasi di atas rata-rata bunga
              deposito bank pemerintah.

              Selain  itu,  BPJAMSOSTEK  tidak  mengalami  kesulitan  dalam  melakukan  pembayaran  klaim
              peserta. Hal ini tecermin dalam kenaikan pembayaran klaim tahun 2020 sebesar 22,82%, yakni
              sejumlah  Rp36,94  triliun.  Ini  menunjukkan  bahwa  penurunan  nilai  investasi  saham
              BPJAMSOSTEK  tidak  berdampak  pada  kemampuan  BPJAMSOSTEK  dalam  pembayaran  klaim
              peserta.  "Unrealized  loss  belum  benar-benar  mengakibatkan  kerugian  selama  saham-saham
              yang mengalami kerugian tidak dijual. Ketika saham-saham yang mengalami kerugian dijual,
              unrealized loss menjadi kenyataan. Jika itu dilakukan, maka terjadi transaksi yang merugikan.
              Bukti dari sebuah transaksi yaitu adanya biaya transaksi yang dikeluarkan, yang di mana itu tidak
              ada ketika masih unrealized loss," tutup Ardo (RO/OL-10).
                                                           107
   103   104   105   106   107   108   109   110   111   112   113