Page 110 - KLIPING KETENAGAKERJAAN 16 MARET 2021
P. 110
Ringkasan
Pengamat Ekonomi Ardo R. Dwitanto angkat bicara terkait penyidikan yang dilakukan Kejaksaan
Agung (Kejagung) RI terhadap BPJS Ketenagakerjaan (BPJAMSOSTEK). Ardo menegaskan,
penurunan nilai investasi saham BPJAMSOSTEK berbeda secara mendasar pada investasi saham
pada Jiwasraya dan Asabri. Paling tidak ada empat hal yang menjadi pertimbangan.
AHLI EKONOMI MENILAI KASUS BPJAMSOSTEK BERBEDA DENGAN KASUS
JIWASRAYA DAN ASABRI
JAKARTA - Pengamat Ekonomi Ardo R. Dwitanto angkat bicara terkait penyidikan yang dilakukan
Kejaksaan Agung (Kejagung) RI terhadap BPJS Ketenagakerjaan (BPJAMSOSTEK). Ardo
menegaskan, penurunan nilai investasi saham BPJAMSOSTEK berbeda secara mendasar pada
investasi saham pada Jiwasraya dan Asabri. Paling tidak ada empat hal yang menjadi
pertimbangan.
"Pertama, emiten-eminten yang sahamnya dibeli BPJAMSOSTEK merupakan emiten-emiten yang
juga dibeli para investor saham pada umumnya. Kedua, penurunan nilai investasi saham
BPJAMSOSTEK disebabkan resiko pasar. Ketiga, risiko pasar yang dialami BPJAMSOSTEK setelah
dilakukan diversifikasi saham mengikuti indeks pasar saham. Keempat, penurunan nilai investasi
saham BPJAMSOSTEK tidak berdampak pada kemampuan dalam pembayaran klaim," kata Ardo
dalam keterangan tertulis.
Bahkan, lanjut dia, emiten-emiten pilihan dari BPJAMSOSTEK merupakan penghuni tetap Indeks
LQ45 dan sebagian besar merupakan penghuni indeks saham investasi global yaitu, MSCI
Indonesia Index, diantaranya BBCA, BBRI, TLKM, BMRI, ASII, UNVR, BBNI, dan UNTR.
MSCI Indonesia Index merupakan indeks acuan bagi investor global ketika berinvestasi saham
di Indonesia. "BPJAMSOSTEK memiliki profil risiko investasi saham cenderung konservatif, yakni
mengikuti indeks pasar saham. Emiten-emiten saham yang berada dalam portofolio investasi
BPJAMSOSTEK merupakan penghuni tetap indeks pasar," tutur Ardo.
"Dengan kata lain, semua emiten tersebut, pada umumnya, merupakan emiten-emiten pilihan
utama para investor karena memiliki kinerja yang bagus, mapan, dan memiliki kapitalisasi pasar
saham yang besar atau big caps," katanya.
Penurunan nilai investasi saham BPJAMSOSTEK, ungkap Ardo, disebabkan risiko pasar. Semua
investasi memiliki dua sisi yang tidak dapat dipisahkan, yaitu potensi untung dan potensi rugi
(resiko). Mengejar potensi untung (return) yang tinggi berarti harus menerima pula potensi rugi
(resiko) yang tinggi. Sebaliknya, potensi untung yang rendah diikuti pula oleh potensi rugi yang
rendah. Ini yang dinamakan dengan risk-return trade-off.
Meskipun terjadi unrealized loss pada investasi saham, kata Ardo, secara keseluruhan nilai dana
kelola investasi BPJAMSOSTEK meningkat terus sejak tahun 2015. Per Desember 2015, nilai dana
investasi BPJAMSOSTEK sebesar Rp206,05 triliun dan meningkat terus hingga akhir tahun 2020
nilai dana investasinya sebesar Rp486,38 triliun atau meningkat sebesar 137 persen.
"Ini merupakan bukti bahwa manajemen risiko investasi yang diterapkan oleh BPJAMSOSTEK
telah membuahkan hasil portofolio investasi yang tahan uji terhadap stock market crash akibat
lonjakan ketidakpastian yang ditimbulkan oleh pandemi Covid-19," ucapnya.
Bahkan, tambah Ardo, sejak 2016, imbal hasil JHT berhasil dipertahankan di atas rata-rata bunga
deposito bank pemerintah. Di tahun 2017, imbal hasil JHT mencapai 7,83 persen per tahun.
Sedangkan, di tahun 2020 imbal hasil JHT sebesar 5,59 persen per tahun, tetap di atas rata-rata
109