Page 97 - KLIPING KETENAGAKERJAAN 16 MARET 2021
P. 97

KASUS BPJAMSOSTEK BERBEDA DENGAN KASUS JIWASRAYA DAN ASABRI, INI
              PENJELASAN AHLI
              Jakarta - Pengamat Ekonomi Ardo R. Dwitanto angkat bicara terkait penyidikan yang dilakukan
              Kejaksaan Agung (Kejagung) RI terhadap BPJS Ketenagakerjaan (BPJAMSOSTEK).

              Ardo menegaskan, penurunan nilai investasi saham BPJAMSOSTEK berbeda secara mendasar
              pada  investasi  saham  pada  Jiwasraya  dan  Asabri.  Paling  tidak  ada  empat  hal  yang  menjadi
              pertimbangan.

              "Pertama, emiten-eminten yang sahamnya dibeli BPJAMSOSTEK merupakan emiten-emiten yang
              juga  dibeli  para  investor  saham  pada  umumnya.  Kedua,  penurunan  nilai  investasi  saham
              BPJAMSOSTEK disebabkan resiko pasar.

              Ketiga, risiko pasar yang dialami BPJAMSOSTEK setelah dilakukan diversifikasi saham mengikuti
              indeks pasar saham. Keempat, penurunan nilai investasi saham BPJAMSOSTEK tidak berdampak
              pada kemampuan dalam pembayaran klaim," beber Ardo dalam keterangan tertulis.

              Bahkan, lanjut dia, emiten-emiten pilihan dari BPJAMSOSTEK merupakan penghuni tetap Indeks
              LQ45  dan  sebagian  besar  merupakan  penghuni  indeks  saham  investasi  global.  Yaitu,  MSCI
              Indonesia Index, diantaranya BBCA, BBRI, TLKM, BMRI, ASII, UNVR, BBNI, dan UNTR.

              MSCI Indonesia Index merupakan indeks acuan bagi investor global ketika berinvestasi saham
              di Indonesia.
              "BPJAMSOSTEK memiliki profil risiko  investasi saham cenderung konservatif, yakni mengikuti
              indeks  pasar  saham.  Emiten-emiten  saham  yang  berada  dalam  portofolio  investasi
              BPJAMSOSTEK merupakan penghuni tetap indeks pasar," tegas Ardo.

              "Dengan kata lain, semua emiten tersebut, pada umumnya, merupakan emiten-emiten pilihan
              utama para investor karena memiliki kinerja yang bagus, mapan, dan memiliki kapitalisasi pasar
              saham yang besar atau big caps," imbuhnya lagi.

              Penurunan nilai investasi saham BPJAMSOSTEK, sambung Ardo, disebabkan risiko pasar. Semua
              investasi memiliki dua sisi yang tidak dapat dipisahkan, yaitu potensi untung dan potensi rugi
              (resiko).

              Mengejar potensi untung (return) yang tinggi berarti harus menerima pula potensi rugi (resiko)
              yang tinggi. Sebaliknya, potensi untung yang rendah diikuti pula oleh potensi rugi yang rendah.
              Ini yang dinamakan dengan risk-return trade-off.

              "Meskipun terjadi unrealized loss pada investasi saham, secara keseluruhan nilai dana kelola
              investasi BPJAMSOSTEK meningkat terus sejak tahun 2015.

              Per Desember 2015, nilai dana investasi BPJAMSOSTEK sebesar Rp 206,05 triliun dan meningkat
              terus hingga akhir tahun 2020 nilai dana investasinya sebesar Rp 486,38 triliun atau meningkat
              sebesar 137%.

              "Ini merupakan bukti bahwa manajemen risiko investasi yang diterapkan oleh BPJAMSOSTEK
              telah membuahkan hasil portofolio investasi yang tahan uji terhadap stock market crash akibat
              lonjakan ketidakpastian yang ditimbulkan oleh pandemi Covid-19," pungkas Ardo.
              Bahkan, tambah Ardo, sejak 2016, imbal hasil JHT berhasil dipertahankan di atas rata-rata bunga
              deposito  bank  pemerintah.  Di  tahun  2017,  imbal  hasil  JHT  mencapai  7,83%  per  tahun.
              Sedangkan, di tahun 2020 imbal hasil JHT sebesar 5,59% per tahun, tetap di atas rata-rata
              bunga deposito bank pemerintah, yaitu sebesar 3,62% per tahun.


                                                           96
   92   93   94   95   96   97   98   99   100   101   102