Page 300 - e-KLIPING KETENAGAKERJAAN 6 OKTOBER 2020
P. 300

meryadi  tanggal  30  tiap  bulannya,  adanya  penundaan  pembayaran  sebagian  iuran  JP,  dan
              pengurangan denda dari 2% menjadi 0,5%.
              Mengacu data penerimaan iuran JKK di 2019 sebesar Rp 5,92 triliun dan penerimaan iuran JKm
              Rp 2,81 triliun maka potensi pengurangan iuran JKK dan JKm selama 6 bulan adalah sekitar Rp
              4,32 triliun. Dan pengurangan ini akan berpotensi mengurangi pembelian Surat Berharga Negara
              sekitar Rp 2,16 triliun yang seharusnya bisa membantu menutupi defisit APBN.

              Tentunya  relaksasi  yang  diberikan  kepada  pengusaha  tersebut  tidak  akan  mengganggu
              pelayanan  dan  manfaat  yang  diberikan  BPJS  Ketenagakerjaan  kepada  peserta.  Dengan
              dukungan dana kelolaan JKK sebesar Rp 34,92 triliun dan JKm sebesar Rp 12,86 triliun (per 31
              Maret  2020),  serta  rasio  klaim  JKK  dan  JKm  masing-masing  sebesar  26,59%  dan  30,65%,
              kenaikan manfaat JKK dan JKm yang diatur dalam PP No 82 Tahun 2019 akan dengan mudah
              dilaksanakan BPJS Ketenagakerjaan.

              Nilai baik dalam PP No. 49 tersebut ternyata tidak otomatis membantu seluruh perusahaan yang
              terdaftar  di  BPJS  Ketenagakerjaan.  Ada  kendala  di  Pasal  13  yang  memang  mensyaratkan
              perusahaan harus melunasi tunggakan iuran hingga Bulan Juli 2020,

              Timboel Siregar, Koordinator Advokasi BPJS Watch bila memiliki tunggakan iuran, agar mendapat
              pengurangan iuran 99%. Tentunya syarat ini tidak tepat karena sejak Covid-19 hadir hingga saat
              ini sudah banyak perusahaan yang terdampak dan mengalami kesulitan membayar

              iuran. Justru seharusnya perusahaan yang kesulitan ini yang diberikan pengurangan iuran.

              Bukankah  dalam  program  BSU,  bagi  perusahaan  yang  menunggak  iuran  pekerjanya  tetap
              mendapatkan  BSU.  Program  relaksasi  iuran  ini  pun  seharusnya  mengakomodasi  perusahaan
              yang kesulitan membayar tunggakan iuran. Tunggakan iuran itu memang harus dibayar tetapi
              berikan keringanan dengan cara mencicil, agar program relaksasi tetap bisa dinikmati. Ilal ini
              sejalan dengan relaksasi pembayaran tunggakan iuran Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) yang
              bisa dicicil dan kepesertaan meryadi aktif.

              Tidak hanya BSU dan relaksasi iuran jaminan sosial ketenagakerjaan, secara teknis pun dilakukan
              relaksasi manfaat JKK dan JKm dengan menjamin peserta yang melakukan kegiatan bekerja dari
              rumah (work f r om home), serta perluasan cakupan Penyakit Akibat Kerja (PAK) terkait Covid-
              19 bagi tenaga kesehatan, tenaga pendukung dan tim relawan.

              Bila kepesertaan JKK dan JKm bagi Pegawai Negeri Sipil (PNS) dan TNI-Polri dikelola oleh BPJS
              Ketenagakerjaan, maka pengurangan iuran 99% ini pun akan dinikmati APBN dan APBD sehingga
              iuran yang didiskon tersebut dapat dialokasikan membantu penanganan Covid-19. Demikian juga
              PNS dan TNI-Polri yang bekerja dari rumah pun akan tetap mendapatkan manfaat JKK dan JKm,
              termasuk tenaga kesehatan, tenaga pendukung dan tim relawan yang iuran JKK dan JKm-nya
              dibayar APBN atau APBD akan mendapat jaminan PAK.

              Relaksasi Pelayanan JKN

              Relaksasi  pelayanan  manfaat  jaminan  sosial  di  masa  pandemi  Covid-19  ini  memang  sangat
              dibutuhkan untuk mempermudah peserta mendapatkan penjaminan dari program jaminan sosial
              yang diikutinya. Hal seperti ini seharusnya juga dilakukan di program JKN, yaitu direksi BPJS
              Kesehatan melakukan relaksasi pelayanan sehingga peserta terbantu.

              Banyaknya pemutusan hubungan kerja (PHK) akibat pandemi Covid-19 ini seharusnya direspon
              Direksi BPJS Kesehatan dengan mempermudah buruh/pekerja dan keluarganya mendapatkan
              haknya, yang diatur dalam Pasal 21 ayat (1) UU SJSN junto Pasal 27 ayat (1) dan ayat (2a)
              Peraturan  Presiden  (Perpres)  no.  82  Tahun  2018,  yaitu  pekerja/buruh yang  mengalami  PIIK
              tetap memperoleh hak manfaat jaminan kesehatan paling lama 6 bulan sejak di-PHK, tanpa
                                                           299
   295   296   297   298   299   300   301   302   303   304   305