Page 702 - e-KLIPING KETENAGAKERJAAN 6 OKTOBER 2020
P. 702
Pembahasan RUU yang meliputi 11 klaster ini dikebut oleh pemerintah dan DPR di tengah
berbagai penolakan yang muncul dari sejumlah elemen masyarakat sipil.
Tercatat, pembahasan RUU ini hanya memakan waktu tujuh bulan saja, sejak Presiden Jokowi
mengirimkan draf rancangan regulasi serta surat presiden ke DPR pada Februari lalu.
Bahkan, Badan Legislasi DPR menyetujui agar hasil pembahasan RUU ini dibawa ke rapat
paripurna pada Sabtu (3/10/2020) malam lalu.
Salah satu klaster pembahasan yang cukup banyak mendapat penolakan yaitu terkait klaster
ketenagakerjaan.
Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) mencatat, setidaknya ada tujuh isu penting yang
menjadi dasar penolakan rencana pengesahan tersebut.
Mulai dari rencana penghapusan Upah Minimum Sektoral (UMSK), pengurangan nilai pesangon,
Perjanjian Kerja Waktu Tertentu (PKWT) yang bisa terus diperpanjang, serta outsourcing seumur
hidup tanpa batasan jenis pekerjaan.
Kemudian, rencana jam kerja yang dinilai terlalu eksploitatif, hak cuti dan hak upah atas cuti,
serta tidak adanya jaminan pensiun dan kesehatan bagi karyawan kontrak dan outsourcing .
"Dari tujuh isu hasil kesepakatan tersebut, buruh menolak keras. Karena itulah, sebanyak 2 juta
buruh sudah terkonfirmasi akan melakukan mogok nasional yang berlokasi di lingkungan
perusahaan masing-masing," kata Presiden KSPI Said Iqbal dalam keterangan tertulis yang
diterima Kompas.com , Minggu (4/10/2020).
Menurut rencana, aksi mogok nasional akan diselenggarakan pada 6-8 Oktober mendatang.
Selain RUU Cipta Kerja , ada empat RUU lain yang sebelumnya telah disahkan menjadi UU
namun cukup menuai kontroversi. Berikut keempat RUU tersebut: UU Nomor 30 Tahun 2002
tentang Komisi Pemberantasan Korupsi secara resmi telah direvisi menjadi UU Nomor 19 Tahun
2019 tentang KPK pada 17 September 2019 lalu.
Sejak awal, rencana revisi UU tersebut selalu mendapat penolakan dari aktivis antikorupsi karena
dikhawatirkan melemahkan kinerja KPK.
Di era Presiden SBY, wacana revisi sempat muncul pada tahun 2010 dan 2012. Namun akhirnya
wacana tersebut mengendap.
Demikian halnya pada 2015 hingga 2017, wacana revisi tersebut kembali muncul. Bahkan, Badan
Keahlian DPR telah melakukan sosialisasi ke sejumlah perguruan tinggi terkait wacana tersebut.
Namun akhirnya, wacana itu mental kembali.
Hanya butuh sepekan bagi Jokowi memberi lampu hijau untuk merevisi UU tersebut.
Bak operasi senyap, Badan Legislasi DPR menetapkan pembahasan RUU tersebut sebagai usul
inisiatif DPR pada 5 September 2020.
Setelah itu, pembahasan dikebut. Baleg bahkan tidak pernah mempublikasikan rapat
pembahasan draf RUU.
Meski gelombang penolakan terus bergulir, pada akhirnya hasil revisi UU itu disahkan pada 17
September 2019.
UU Nomor 3 Tahun 2020 tentang Mineral dan Batubara yang disahkan pada 12 Mei lalu,
merupakan hasil revisi atas UU Nomor 4 Tahun 2009 tentang Minerba.
701

