Page 49 - E-KLIPING KETENAGAKERJAAN 4 NOVEMBER 2021
P. 49

"Kontribusi  PRT  sangat  signifikan,  selain  berkontribusi  untuk  kesejahteraan  keluarganya  dan
              perekonomian nasional secara umum. Pada saat yang sama keberadaan PRT melapangkan dan
              menopang  perempuan  lainnya,  yaitu  pemberi  kerja  untuk  dapat  masuk  ke  pasar  kerja  dan
              bekerja di ruang publik," ujar Menteri Ketenagakerjaan Ida Fauziyah dalam "Peluncuran Gerakan
              Ibu  Bangsa  untuk  Jaminan  Sosial  Ketenagakerjaan  bagi  PRT"  yang  digelar  Kongres  Wanita
              Indonesia (Kowani), Rabu (3/11/2021).

              Oleh karena itu, tidak ada alasan lagi untuk menunda pengesahan Rancangan Undang-Undang
              Perlindungan Pekerja Rumah Tangga (RUU PPRT) menjadi undang-undang. Pengesahan RUU ini
              telah  menjadi  suatu  kebutuhan  yang  mendesak  dan  akan  melahirkan  sejarah  baru  dari
              penghapusan segala bentuk kekerasan dan diskriminasi terhadap PRT di Indonesia.

              Ida  menegaskan,  sudah  selayaknya  profesi  PRT  tidak  lagi  dipandang  rendah  atau  hina.
              Seharusnya diciptakan hubungan kerja yang saling menguntungkan antara tenaga kerja dan
              pemberi kerja sesuai hak dan kewajiban masing-masing.

              Karena itulah, dibutuhkan payung hukum yang kuat untuk penerapan hal tersebut. Setelah 17
              tahun berjuang di legislasi, Ida berharap RUU PPRT yang sudah selesai dibicarakan di Badan
              Legislasi DPR segera menjadi RUU usulan DPR


              Tanpa diskriminasi
              RUU PPRT bertujuan menciptakan hubungan industrial yang kondusif tanpa diskriminasi antara
              pekerja rumah tangga dan pemberi kerja. Karena itulah, hal yang tidak boleh dilewatkan dalam
              RUU ini adalah pentingnya perjanjian kerja antara PRT dan pemberi kerja untuk menjamin hak
              dan kewajiban kedua belah pihak dan tentu saja untuk kepentingan penegakan norma kerja

              Sayangnya, kehadiran PRT sebagai warga negara saat ini belum mendapatkan pengakuan dari
              negara.  UU  yang  diharapkan  tidak  kunjung  disahkan.  "Mereka  bekerja  untuk  memperoleh
              penghidupan yang layak, itu merupakan hak asasi manusia setiap warga Indonesia yang wajib
              dijunjung  tinggi,  dihormati,  dan  telah  dijamin  Undang-Undang  Dasar  1945,"  tambah  Ketua
              Umum Kowani Giwo Rubianto Wiyogo.

              Ketua Panitia Kerja RUU PPRT sekaligus Wakil Ketua Baleg DPR, Willy Aditya, menyatakan, pada
              masa  silam  PRT  disebut  sebagai  "pembantu",  "asisten  rumah  tangga",  bahkan  "babu"  atau
              "jongos". Kini, mereka secara resmi disebut sebagai PRT. "Mereka adalah entitas pengganti dari
              kerja-kerja harian anggota rumah tangga," ujar Willy.

              Domestifikasi  pekerjaan  yang  kebanyakan  dilakukan  oleh  perempuan  dalam  realitasnya
              membuat  PRT  terus  berada  dalam  logika  subordinasi.  Posisi  perempuan  yang  cenderung
              disubordinasi  di  dalam  lingkungan  sosial  akhirnya  merambat  juga  pada  praktik  subordinasi
              pekerjaan yang dilakukannya. (SON)





















                                                           48
   44   45   46   47   48   49   50   51   52   53   54