Page 82 - E-KLIPING KETENAGAKERJAAN 4 NOVEMBER 2021
P. 82
"Solidaritas gerakan untuk PRT ini kami minta juga komitmen, kalau mau, Kemenaker siap
enggak membahas ini? Kalau siap, nanti datang ke pimpinan DPR (dan katakan, red.) kalau
Kemenaker siap membahas ini," kata Willy.
Willy mengungkapkan landasan yuridis, atau landasan hukum, terkait dengan pembahasan RUU
PPRT masih terpecah-pecah dan belum kuat sebab UU Ketenagakerjaan yang saat ini berlaku di
Indonesia masih belum mengakui pekerja rumah tangga sebagai pekerja.
Biasanya, kata dia, para pekerja rumah tangga disebut sebagai asisten rumah tangga, pembantu,
atau sebutan lainnya oleh para pemberi pekerjaan. Hal tersebut yang kemudian dibutuhkan
pengakuan yang menyatakan bahwa pekerja rumah tangga juga merupakan bagian dari tenaga
kerja yang hak-haknya sebagai pekerja harus dilindungi oleh peraturan yang berlaku.
Selain itu, Willy juga mengatakan bahwa pihaknya akan membagi UU PPRT menjadi dua klaster.
Klaster pertama adalah pekerja rumah tangga yang bekerja karena direkrut langsung oleh
pemberi kerja.
"Ketika dia direkrut langsung oleh pemberi kerja, relasi yang diutamakan adalah relasi yang
sifatnya kekeluargaan dan kerabatan," tutur Willy.
Penghargaan Ksatria Seni dari Prancis untuk Pematung Nyoman Nuarta Berdasarkan relasi
tersebut, perihal jam kerja, teknis kerja, serta keseluruhan perjanjian kerja merupakan hasil dari
musyawarah dan mufakat di antara pekerja dan pemberi kerja.
Apabila pekerja rumah tangga tidak direkrut dengan langsung, kata Willy, harus terdapat
perusahaan yang bisa dikendalikan atau dipantau oleh Pemerintah untuk mencegah terjadinya
perdagangan manusia. Model ini adalah klaster kedua.
Dalam klaster kedua, pemerintah daerah dapat menyediakan balai latihan kerja (BLK) melalui
kerja sama dengan perusahaan-perusahaan penyedia jasa, serta mengatur kesepakatan kerja
yang lebih detail dengan pihak-pihak pemberi kerja.
"Dengan statement kesiapan pemerintah, khususnya Kemenaker, untuk membahas ini, itu jadi
kekuatan dan kami tetap berjuang, bersolidaritas, semoga RUU PPRT segera menjadi hak inisiatif
DPR dan dibahas bersama Kemenaker," kata Willy.
Di sisi lain, Menteri Ketenagakerjaan (Menaker) Ida Fauziyah mendorong terus dilakukan
sosialisasi jaminan ketenagakerjaan untuk pekerja rumah tangga (PRT) di saat masih rendahnya
pekerja di sektor itu yang memiliki jaminan sosial baik ketenagakerjaan maupun kesehatan.
"Data menunjukkan jumlah PRT yang sudah terkaver oleh jaminan sosial baik kesehatan maupun
ketenagakerjaan datanya masih sangat minim," katanya.
Ia mengaku mendorong BPJS Ketenagakerajaan menyosialisasikan hal itu agar PRT mendapat
perlindungan yang optimal.
"Saya terus mendorong kepada BPJS Ketenagakerjaan untuk terus mensosialisasikan agar para
pekerja rumah tangga kita mendapatkan perlindungan," katanya.
Dia menjelaskan perlunya PRT mendapatkan jaminan sosial sudah diisyaratkan dalam
Permenaker Nomor 2 Tahun 2015 tentang Perlindungan Pekerja Rumah Tangga yang di
dalamnya berisi persyaratan menjadi PRT, dibutuhkannya perjanjian kerja, hak, dan kewajiban.
Menurut data BPJS Ketenagakerjaan, hingga 2018 terdapat 149.566 PRT yang mendapatkan
perlindungan bidang ketenagakerjaan sebagai peserta bukan penerima upah (BPU).
81