Page 51 - e-KLIPING KETENAGAKERJAAN 5 MARET 2021
P. 51
Menurut Pengamat Hukum Pasar Modal Indra Safitri, siapa saja yang ingin berinvestasi disebut
investor. Suatu kerugian yang belum direalisasikan belum terjadi, belum bisa disebut kerugian,
karena memang kondisi pasar yang bisa berubah, bisa naik turun.
Dalam UU NO 21 Tahun 2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan (OJK), UU NO 8 Tahun 1995
tentang pasar modal, kerugian tentu kita tidak bisa memisahkan dengan hukum yang mengatur
investasi. Pasar itu selalu berubah, dalam hitungan jam saja pasar bisa berubah-ubah. Untuk
mengurai kasus pidana di pasar modal membutuhkan waktu, dan harus diuraikan. Asetnya
bagaimana, apakah asetnya didapat dari kejahatan semua itu membutuhkan proses yang cukup
panjang.
Kalau bicara UL, dalam pengetahuan Indra tentu dalam konteks kerugian, itu belum terjadi,
hanya ada faktor perhitungan maka dikatakan rugi. Sebenarnya siapa saja yang masuk ke pasar
tentu -nya sama, kalau modal negara yang berinvestasi dalam pasar modal rugi, tentu itu dalam
pasar modal itu adalah kerugian negara. Tapi negara juga ada untung. Ini ada keseimbangan,
kapan dia untung, kapan dia rugi. Kalau Negara tidak ingin rugi, negara tidak usah berinvestasi
di pasar modal, pasar bisa rugi dan bisa untung.
Kalau ingin melihat investasi dalam pasar modal, harus konsisten menggunakan perangkat yang
ada dalam industri pasar modal ini. Posisinya BPJS Ketenagakerjaan itu sebagai investor. Kalau
ditanya terjadi kerugian karena produknya palsu, atau produknya tergolong dari penipuan
hukum. "Tapi misalnya sahamnya lahir karena perbuatan melawan hukum, ada mekanisme
pengawasan, mekanisme transaksi, investor yang dirugikan," kata dia dalam keterangannya,
Kamis (4/3).
Sebelumnya pakar Keuangan dan Investasi IPMI Internasional Bisnis School, Roy Sembel
membandingkan kasus yang menimpa BPJS Ketenagakerjaan dengan Jiwasraya. Kalau kasus
Jiwasraya mulainya lebih dari 1 dekade lalu, karena pengelolaannya dengan data statistik yang
ada. Kasus Jiwasraya itu ditengarai melibatkan pemilihan menajer investasi dengan proses
kurang dan saham yang goreng-gorengan. Sementara hasil investasi BPJS Ketenagakerjaan
masih positif. Perbedaannya Jiwasraya memang sudah rugi, kalau BP Jamsostek masih untung.
Pemilihan Manajjer Investasi (MI), BPJS Ketenagakerjaan ketat, Jiwasraya longgar, karena itu
Jiwasraya sedang terdesak.
Tapi selama itu belum dijual kembali, itu baru di atas kertas (belum terealisasi), dan kebetulan
memang dibuktikan bahwa ketika naik, maka UL di BPJS Ketenagakerjaan juga menurun. UL ini
dianggap wajar, karena kalau dilihat dari strategi investasinya, aset alokasinya dan taktical
alokasinya itu mencerminkan tidak ada hal-hal aneh, kalau ada UL itu artinya bergejolak.
Investasi itu ada potensinya, tapi ada risikonya juga.
50