Page 68 - e-KLIPING KETENAGAKERJAAN 13 JULI 2021
P. 68

KSPI TOLAK KOMERSIALISASI VAKSIN, SEHARUSNYA GRATIS

              JAKARTA - Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) menyatakan pemberian vaksin terhadap
              masyarakat,  termasuk  pekerja,  merupakan  tugas  negara.  Karena  itu,  berbagai  strategi
              pemberian vaksin dan pembiayaan dinilai menjadi tanggung jawab pemerintah.

              "Kami  siap  mengikuti  vaksinasi,  tetapi  kami  mempermasalahkan  pemberian  vaksin  yang
              dilakukan dengan berbayar, baik Gotong Royong melalui perusahaan maupun individu," kata
              Presiden KSPI Said Iqbal, Senin (12/7/2021).

              Said  Iqbal  mengatakan  vaksinasi  berbayar  berisiko  memunculkan  komersialisasi  jika
              direalisasikan. Rencana vaksin berbayar untuk individu sendiri ditunda oleh Kimia Farma selaku
              penyelenggara tunggal.

              "Setiap  transaksi  jual  beli  dalam  proses  ekonomi  berpotensi  menyebabkan  terjadinya
              komersialisasi  oleh  produsen  yang  memproduksi  vaksin  dan  pemerintah  sebagai  pembuat
              regulasi terhadap konsumen yang dalam hal ini rakyat termasuk buruh yang menerima vaksin,"
              ujarnya.

              Sebagaimana diketahui, dalam regulasi Kementerian Kesehatan disebutkan bahwa tarif Vaksin
              Gotong Royong adalah Rp321.660 per dosis untuk vaksin buatan Sinopharm.

              Adapun tarif pelayanan dipatok di harga Rp117.910 per dosis. Terdapat beberapa alasan yang
              membuat timbulnya kekhawatiran KSPI bahwa Vaksin Gotong Royong atau vaksin berbayar akan
              menyebabkan komersialisasi.

              Pertama, berkaca dari pengetesan virus pada individu melalui tes PCR maupun Antigen yang
              cenderung mengikuti hukum pasar.

              Ia mengatakan pengetesan sempat digratiskan pemerintah, tetapi kini mulai muncul kewajiban
              penyertaan  bukti  tes  untuk  perjalanan  lintas  daerah.  Layanan  pengetesan  sendiri  diberikan
              fasilitas kesehatan swasta maupun BUMN dengan harga bervariasi.

              "Akhirnya ada semacam komersialiasi, dari yang awalnya digratiskan. Bahkan perusahaan yang
              awalnya  mengratiskan  rapid  test  bagi  buruh  di  tempat  kerja  masing-masing  akhirnya  setiap
              buruh harus melakukannya secara mandiri," kata dia.

              Ia  juga  menyoroti  kemampuan  keuangan  tiap-tiap  perusahaan  dan  individu  warga  negara
              berbeda. Said memperkirakan jumlah perusahaan menengah ke atas yang mampu membayar
              vaksin tidak lebih dari 10 persen dari total jumlah perusahaan di Indonesia.

              Jumlah  tersebut  hanya  mencakup  20  persen  dari  total  jumlah  pekerja  di  seluruh  Indonesia.
              "Berarti hampir 90 persen dari total jumlah perusahaan di seluruh Indonesia atau lebih dari 80
              persen dari total jumlah pekerja di Indonesia, perusahaannya tidak mampu membayar Vaksin
              Gotong Royong," tambahnya.

              Selanjutnya,  ia  berpendapat  tambahan  beban  Vaksin  Gotong  Royong  merupakan  hal  yang
              hampir mustahil bisa dihadapi pelaku usaha di tengah gelombang pemutusan hubungan kerja
              (PHK), pengurangan upah, dan lemahnya perekonomian yang berlanjut.

              Dia mengatakan biaya Vaksin Gotong Royong akan memberatkan keuangan perusahaan dan
              berisiko mengorbankan kesejahteraan buruh.

              "Intinya, KSPI mengharapkan kepada pemerintah agar pemberian vaksin untuk buruh dan setiap
              warga negara digratiskan," kata dia.


                                                           67
   63   64   65   66   67   68   69   70   71   72   73