Page 86 - e-KLIPING KETENAGAKERJAAN 13 JULI 2021
P. 86

Ringkasan

              Kimia Farma melalui cucu usahanya, PT Kimia Farma Diagnostika (KFD) menyiapkan fasilitas
              pelayanan  kesehatan  (fasyankes)  untuk  Vaksinasi  Gotong  Royong  secara  individu  atau
              perorangan sebagai layanan vaksinasi berbayar . Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia
              (KSPI) Said Iqbal menyebut ada tiga kekhawatiran terkait diadakannya vaksin gotong royong
              individu atau vaksin berbayar . Salah satunya dikhawatirkan akan menyebabkan komersialisasi.



              VAKSINASI BERBAYAR KIMIA FARMA BIKIN BURUH CEMAS, KENAPA?

              Kimia Farma melalui cucu usahanya, PT Kimia Farma Diagnostika (KFD) menyiapkan fasilitas
              pelayanan  kesehatan  (fasyankes)  untuk  Vaksinasi  Gotong  Royong  secara  individu  atau
              perorangan sebagai layanan vaksinasi berbayar .
              Presiden  Konfederasi  Serikat  Pekerja  Indonesia  (KSPI)  Said  Iqbal  menyebut  ada  tiga
              kekhawatiran terkait diadakannya vaksin gotong royong individu atau vaksin berbayar . Salah
              satunya dikhawatirkan akan menyebabkan komersialisasi.

              "Terkait dengan hal itu, ada beberapa alasan yang menjadi kekhawatiran KSPI bahwa vaksin
              gotong royong atau vaksin berbayar akan menyebabkan komersialisasi," kata Said di Jakarta,
              Senin (12/7/2021).

              Kekhawatiran itu diantaranya, pertama, berkaca dari program rapid tes untuk mendeteksi ada
              atau tidaknya seseorang terpapar virus Covid-19 (baik rapid test sereologi, antigen, dan PCR),
              mekanisme harga di pasaran cenderung mengikuti hukum pasar.

              Awalnya  pemerintah  menggratiskan  program  rapid  tes,  tetapi  belakangan  rapid  tes  terjadi
              komersialisasi dengan harga yang memberatkan. Misalnya, adanya kewajiban rapid tes sebelum
              naik  pesawat  dan  kereta  api,  bertemu  pejabat,  bahkan  ada  buruh  yang  masuk  kerja  pun
              diharuskan rapid tes.

              "Akhirnya ada semacam komersialiasi, dari yang awalnya digratiskan. Bahkan perusahaan yang
              awalnya mengratiskan rapid tes bagi buruh di tempat kerja masing-masing akhirnya setiap buruh
              harus melakukannya secara mandiri (membayar sendiri)" ujarnya.

              Dia menegaskan, itulah yang disebut komersialiasi. Tidak menutup kemungkinan program vaksi
              gotong royong dan vaksin berbayar secara individu juga terjadi hal yang sama. Awalnya dibiayai
              perusahaan, tetapi ke depan biaya vaksin gotong royong akan dibebankan kepada buruh.

              "Dan dengan vaksin berbayar individu berarti hak sehat untuk rakyat telah diabaikan oleh negara
              karena vaksinasi tidak lagi dibiayai pemerintah," imbuhnya.

              Kedua, kemampuan keuangan tiap-tiap perusahaan dan individu warga negara berbeda. Said
              Iqbal memperkirakan, jumlah perusahaan menengah ke atas yang mampu membayar vaksin
              tidak lebih dari 10 persen dari total jumlah perusahaan di Indonesia atau dengan kata lain hanya
              20 persen dari total jumlah pekerja di seluruh Indonesia yang perusahaannya mampu membayar
              vaksin gotong rotong tersebut.

              Berarti hampir 90 persen dari total jumlah perusahaan di seluruh Indonesia atau lebih dari 80
              persen dari total jumlah pekerja di Indonesia, perusahaannya tidak mampu membayar vaksin
              gotong royong.

              "Maka  ujung-ujungnya  akan  keluar  kebijakan  pemerintah  bahwa  setiap  pekerja  buruh  harus
              membayar sendiri biaya vaksin gotong royongnya. Jika ini terjadi apakah Kadin dan Apindo akan


                                                           85
   81   82   83   84   85   86   87   88   89   90   91