Page 81 - e-KLIPING KETENAGAKERJAAN 13 JULI 2021
P. 81
Sebagaimana diketahui, dalam keputusan yang telah diteken oleh Menteri Kesehatan Budi
Gunadi Sadikin pada 11 Mei 2021 dijelaskan bahwa harga vaksin gotong royong buatan
Sinopharm adalah Rp 321.660 per dosis, di mana tarif pelayanan vaksinasi belum termasuk di
dalam harga tersebut.
Dijelaskan, bahwa tarif pelayanan vaksinasi sebesar Rp 117.910 per dosis. Dengan demikian,
jika dijumlahkan total harga sekali penyuntikan Rp 439.570 atau berkisar 800-an ribu untuk 2
kali penyuntikan.
Begitupula dari informasi yang didapat KSPI, bila benar, akan dikenakan biaya pada kisaran yang
sama terhadap harga vaksin berbayar secara individu.
Terkait dengan hal itu, Said Iqbal mengatakan ada beberapa alasan yang menjadi kekhawatiran
KSPI bahwa vaksin gotong royong atau vaksin berbayar akan menyebabkan komersialisasi.
Pertama, berkaca dari program rapid tes untuk mendeteksi ada atau tidaknya seseorang terpapar
virus Covid-19 (baik rapid test sereologi, antigen, dan PCR), mekanisme harga di pasaran
cenderung mengikuti hukum pasar.
Awalnya pemerintah menggratiskan program rapid tes, tetapi belakangan rapid tes terjadi
komersialisasi dengan harga yang memberatkan.
Misalnya, adanya kewajiban rapid tes sebelum naik pesawat dan kereta api, bertemu pejabat,
bahkan ada buruh yang masuk kerja pun diharuskan rapid tes.
"Akhirnya ada semacam komersialiasi, dari yang awalnya digratiskan. Bahkan perusahaan yang
awalnya mengratiskan rapid tes bagi buruh di tempat kerja masing-masing akhirnya setiap buruh
harus melakukannya secara mandiri (membayar sendiri)," jelas Said Iqbal.
"Ini yang disebut komersialiasi. Tidak menutup kemungkinan program vaksi gotong royong dan
vaksin berbayar secara individu juga terjadi hal yang sama. Awalnya dibiayai perusahaan, tetapi
ke depan biaya vaksin gotong royong akan dibebankan kepada buruh. Dan dengan vajsin
berbayar individu berarti hak sehat untuk rakyat telah diabaikan oleh negara karena vaksinisasi
tidak lagi dibiayai pemerintah," lanjut dia.
Kedua, kemampuan keuangan tiap-tiap perusahaan dan individu warga negara berbeda.
Said Iqbal memperkirakan, jumlah perusahaan menengah ke atas yang mampu membayar
vaksin tidak lebih dari 10% dari total jumlah perusahaan di Indonesia atau dengan kata lain
hanya 20% dari total jumlah pekerja di seluruh Indonesia yang perusahaannya mampu
membayar vaksin gotong rotong tersebut.
Artinya, kata dia, hampir 90% dari total jumlah perusahaan di seluruh Indonesia atau lebih dari
80% dari total jumlah pekerja di Indonesia, perusahaannya tidak mampu membayar vaksin
gotong royong.
"Maka ujung-ujungnya akan keluar kebijakan pemerintah bahwa setiap pekerja buruh harus
membayar sendiri biaya vaksi gotong royongnya. Jika ini terjadi apakah Kadin dan Apindo akan
ikut bertanggungjawab? Jangan membuat kebijakan yang manis di depan tapi pahit di belakang
bagi buruh Indonesia," tegasnya.
Jumlah buruh di Indonesia sangat besar. Menurut data BPS 2020 jumlah buruh formal sekitar
56,4 juta orang. Sedangkan buruh informal sekitar 75 juta orang.
Dengan demikian, total jumlah buruh di Indonesia ada sekitar 130 jutaan orang.
80