Page 12 - e-KLIPING KETENAGAKERJAAN 5 APRIL 2021
P. 12
2021 , BP JAMSOSTEK PROYEKSI IURAN CAPAI RP 77 T
Oleh Prisma Ardianto____________________________________
JAKARTA - Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Ketenagakerjaan atau BP Jamsostek
memproyeksi menghimpun iuran baru pada tahun ini mencapai Rp 77 triliun. Sementara itu,
hasil investasi diproyeksi sebesar Rp 33,5 triliun dengan banyak mengubah alokasi dana dari
saham, reksa dana, dan deposito ke instrumen obligasi serta penyertaan langsung.
Direktur Utama BP Jamsostek Anggoro Eko Cahyo menjelaskan, total dana investasi per Februari
2021 mencapai Rp 489,8 triliun dan ditargetkan bertambah sekitar Rp 70 triliun sampai akhir
tahun ini menjadi Rp 559,9 triliun. Penambahan itu akan disokong dari kombinasi iuran baru dan
hasil investasi pada 2021.
"Per bulan, iuran yang kami terima itu Rp 7 triliun. Jadi kalau kita hitung sampai dengan akhir
tahun, ada potensi iuran sampai dengan Rp 77 triliun, plus hasil investasi proyeksi Rp 33,5 triliun.
Sehingga total Rp 110 triliun. Klaim kita perkirakan Rp 35 triliun. Jadi deltanya (penambahan
dana investasi) kurang lebih sekitar Rp 70 triliun," jelas Anggoro, pekan lalu.
Sementara itu, Direktur Pengembangan Investasi BP Jamsostek Edwin Michael Ridwan
memaparkan masing-masing alokasi dana investasi sebesar Rp 489,8 triliun. Dari nilai itu,
deposito mencakup 12%, obligasi sekitar 65%, saham 14%, reksa dana yang sebagian besar
adalah reksa dana saham sebesar 8%, investasi di properti hanya 0,4%, dan penyertaan
langsung 0,1%.
Dia juga memaparkan proyeksi presentasi hasil investasi (yield ott investment/Yol) dari masing-
masing instrumen tersebut pada 2021. Seperti deposito sebesar 6%, obligasi 7,8%, saham 4,5%,
reksa dana 1,2%, properti 4,4%, dan penyertaan langsung 1,1%.
Selain tantangan untuk terus menambah dana investasi, BP Jamsostek juga mesti mengatasi
permasalahan floating loss atau unrealized loss sekitar 5% dari dana investasi atau senilai Rp 23
triliun. Defisit itu berasal dari penempatan pada instrumen saham dan reksa dana, sehingga
pergerakan indeks harga saham (IHSG) akan begitu berpengaruh terhadap upaya perbaikan
tersebut.
Edwin menjelaskan, ketika memutuskan melakukan penempatan dana investasi pada instrumen
saham dan reksadana saham, orientasinya adalah untuk berinvestasi selama 10-15 tahun.
Sehingga adanya unrealize loss karena instrumen saham yang terjadi pada 1-2 tahun belakangan
dianggap wajar. Namun demikian, BP Jamsostek tetap memutuskan untuk mengurangi alokasi
saham dan reksa dana.
Langkah pertama, pihaknya akan mengambil untung dari sejumlah portofolio saham. Langkah
kedua, jika saatnya dirasa tepat, terbuka peluang untuk kembali membeli portofolio saham
(averaging down) yang dianggap memiliki prospek baik. Namun langkah kedua akan sedikit
terhmbat karena banyak dari portofolio saham sudah mendekati batas 5% kepemilikan, sesuai
dengan pedoman investasi BP Jamsostek.
"Sehingga untuk melakukan averaging down itu sudah tidak memungkinkan. Tentunya ke depan
kita perlu menyempurnakan dan meninjau kembali pedoman investasi yang sudah ada, supaya
bisa mengakomodasi kebutuhan kami sebagai manajemen baru untuk bisa mengatasi kondisi
yang ada sekarang," ucap Edwin.
Di samping itu, menurut dia, kondisi tingkat bunga rendah atau ultra low inter-est rate
environment menyebabkan yield dari deposito tidak lagi menarik. Apalagi saat ini likuiditas bank
cukup tebal, sehingga banyak bank menolak untuk menerima dana deposito dari BPJS
Jamsostek. Kalaupun ada, bank-bank itu memberi bunga yang sangat rendah. Sebagai contoh,
11