Page 18 - e-KLIPING KETENAGAKERJAAN 5 APRIL 2021
P. 18
sampai akhir tahun menjadi Rp 559,9 triliun. Penambahan itu akan disokong dari kombinasi iuran
baru dan hasil investasi di 2021.
BP JAMSOSTEK PROYEKSIKAN IURAN RP 77 TRILIUN DI 2021
JAKARTA - Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Ketenagakerjaan atau BP Jamsostek
memproyeksikan penghimpunan iuran baru mencapai Rp 77 triliun sepanjang tahun 2021. Di
saat yang sama, hasil investasi diproyeksi sebesar Rp 33,5 triliun dengan banyak mengubah
alokasi dana dari saham, reksadana, dan deposito ke instrumen obligasi dan penyertaan
langsung.
Direktur Utama BP Jamsostek Anggoro Eko Cahyo menjelaskan, total dana investasi per Februari
2021 mencapai Rp 489,8 triliun dan ditargetkan bertambah sekitar Rp 70 triliun sampai akhir
tahun menjadi Rp 559,9 triliun. Penambahan itu akan disokong dari kombinasi iuran baru dan
hasil investasi di 2021.
"Per bulan, iuran yang kami terima itu Rp 7 triliun. Jadi kalau kita hitung sampai dengan akhir
tahun, ada potensi iuran sampai dengan Rp 77 triliun, plus hasil investasi proyeksi Rp 33,5 triliun.
Sehingga total Rp 110 triliun. Klaim kita perkirakan Rp 35 triliun. Jadi deltanya (penambahan
dana investasi) kurang lebih sekitar Rp 70 triliun," jelas Anggoro saat Rapat Dengar Pendapat
(RDP) dengan Komisi IX DPR RI, pekan lalu.
Direktur Pengembangan Investasi BP Jamsostek Edwin Michael Ridwan memaparkan masing-
masing alokasi dana investasi sebesar Rp 489,8 triliun. Dari nilai itu, deposito mencakup 12%,
obligasi sekitar 65%, saham 14%, reksadana yang sebagian besar adalah reksadana saham
sebesar 8%, investasi di properti hanya 0,4%, dan penyertaan langsung 0,1%.
Dia juga memaparkan proyeksi presentasi hasil investasi (yield on investment /YoI) dari masing-
masing instrumen tersebut di 2021. Seperti deposito sebesar 6%, obligasi 7,8%, saham 4,5%,
reksadana 1,2%, properti 4,4%, dan penyertaan langsung 1,1%.
Selain tantangan untuk terus menambah dana investasi, BP Jamsostek juga mesti mengatasi
permasalahan floating loss atau unrealize loss sekitar 5% dari dana investasi atau senilai Rp
23 triliun. Defisit itu berasal dari penempatan pada instrumen saham dan reksadana, sehingga
pergerakan indeks harga saham (IHSG) akan begitu berpengaruh terhadap upaya perbaikan
tersebut.
Edwin menjelaskan, ketika memutuskan melakukan penempatan dana investasi pada instrumen
saham dan reksadana saham, orientasinya adalah untuk berinvestasi selama 10-15 tahun.
Sehingga adanya unrealize loss karena instrumen saham yang terjadi pada 1-2 tahun belakangan
dianggap wajar. Namun demikian, BP Jamsostek tetap memutuskan untuk mengurangi alokasi
saham dan reksadana.
Langkah pertama, pihaknya akan mengambil untung dari sejumlah portofolio saham. Langkah
kedua, jika saatnya dirasa tepat, terbuka peluang untuk kembali membeli portofolio saham
(averaging down) yang dianggap memiliki prospek baik. Namun langkah kedua akan sedikit
terhmbat karena banyak dari portofolio saham sudah mendekati batas 5% kepemilikan, sesuai
dengan pedoman investasi BP Jamsostek.
"Sehingga untuk melakukan averaging down itu sudah tidak memungkinkan. Tentunya ke
depan kita perlu menyempurnakan dan meninjau kembali pedoman investasi yang sudah ada
supaya bisa mengakomodasi kebutuhan kami sebagai manajemen baru untuk bisa mengatasi
kondisi yang ada sekarang," ucap Edwin.
17