Page 422 - e-KLIPING KETENAGAKERJAAN 8 OKTOBER 2020
P. 422
Maka, lanjut dia, perlu juga dilihat pada kemungkinan yang kedua. Dugaan kedua, kata Said,
dua jabatan Wamen yang masing-masing dibentuk melalui Perpres 95/2020 dan Perpres 96/2020
tersebut memiliki keterkaitan dengan proses politik omnibus law di DPR.
Ada kemungkinan, kata dia, dua posisi itu sengaja disiapkan pemerintah untuk mempengaruhi
parpol yang dipandang memiliki kecenderungan akan menolak pengesahan UU Ciptaker.
"Jadi, kursi wamen itu sengaja diciptakan sebagai iming-iming belaka. Pemerintah seolah ingin
memberi pesan kepada parpol: kalau 'you' loloskan omnibus law, kami punya dua slot kursi
kosong di kementerian. Karena bersifat rayuan, maka bisa saja dua kursi wamen itu diciptakan
sebagai jebakan batman," ujarnya.
Artinya, kata dia, kursi Wamen tidak sungguh-sungguh akan diberikan sekalipun parpol
bersangkutan sudah mengubah sikap politiknya mendukung omnibus law. "Nah, masuk
perangkap deh tuh partai. Alih-alih dapat jatah Wamen, mereka justru akan mendapat stigma
buruk dari masyarakat karena lebih mementingkan jabatan daripada nasib rakyat," katanya.
Lebih lanjut dia mengatakan, jika partai yang hendak dipikat itu PKS dan Partai Demokrat, jelas
strategi itu telah gagal total. Sebab, dia mengatakan, kedua partai tersebut telah menunjukkan
ketegasannya menolak pengesahan RUU Ciptaker menjadi undang-undang.
Jadi, lanjut dia, kalau skenario pada kemungkinan yang kedua ini benar adanya, maka PKS dan
Demokrat telah berhasil lolos dari jebakan batman tersebut. Sedangkan pada kemungkinan yang
ketiga, jabatan wamen mungkin saja memang sudah dipersiapkan untuk parpol tertentu yang
sebelumnya telah membuat kesepakatan dengan Presiden.
"Kan bisa saja ada 'deal-deal' politik yang sudah dirancang sebelumnya antara pemerintah dan
parpol tertentu dalam rangka memuluskan pengesahan omnibus law di DPR. Soal yang beginian
kan publik sudah pahamlah dengan tabiat parpol yang kerap membarter dukungannya kepada
pemerintah dengan imbal balik kursi di kementerian," ujarnya.
Dia berpendapat, mungkin saja skenarionya parpol menuntut Presiden untuk lebih dahulu
menerbitkan Perpres soal posisi Wamen, sebelum parpol bersangkutan menyatakan sikap
mendukung pengesahan RUU Ciptaker. Jadi, itu semacam jaminan yang dipersyaratkan oleh
parpol kepada Presiden.
"Untuk menguji kemungkinan yang ketiga ini, nanti kita lihat: siapa parpol yang kelak dapat
jatah kursi Wamenaker dan Wamenkop UKM," katanya.
Selain itu, ada juga kemungkinan yang keempat. Selain soal barter jabatan, kata Said, parpol-
parpol yang mendukung pengesahan omnibus law mungkin saja mendapatkan uang atau materi
lainnya dari pihak-pihak yang berkepentingan dengan pengesahaan undang-undang tersebut.
"Dalam praktik pembentukan undang-undang di DPR, soal itu sudah jadi rahasia umum. Lihat
saja kasus-kasus korupsi yang telah diputus oleh pengadilan dan terbukti melibatkan anggota
Dewan. Termasuk ada undang-undang yang belakangan diketahui memuat pasal siluman atas
pesanan pihak tertentu. Dari sini indikasi dari kemungkinan yang keempat bisa dimajukan,"
imbuhnya.
Adapun kemungkinan yang kelima, menurut dia, terlepas soal barter jabatan dan praktik
transaksional yang bersifat koruptif, mungkin juga anggota DPR yang berasal dari fraksi-fraksi
yang setuju atas pengesahan omnibus law sebetulnya memiliki kepentingan tersembunyi. Dia
membeberkan data menunjukkan bahwa pada saat anggota DPR Periode 2019-2024 dilantik,
ada 262 Anggota yang berprofesi sebagai pengusaha. "Itu artinya, hampir 46 persen kursi DPR
diduduki oleh para pemilik modal alias para cukong," katanya.
421

