Page 11 - e-KLIPING KETENAGAKERJAAN 01 APRIL 2021
P. 11

Dosen Hukum Ketenagakerjaan dari Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada, Nabiyla Risfa
              Izzati, Rabu (31/3/2021), mengatakan, jika program tunjangan pengangguran (unemployment
              benefit)  makin  mudah  diakses,  program  itu  justru  akan  semakin  bermanfaat.  Selain  untuk
              melindungi  pekerja,  program  itu  juga  mendorong  perekonomian  karena  kegiatan  ekonomi
              masyarakat  terjaga.  Terlebih  di  tengah  krisis  ekonomi  dan  meningkatnya  kasus  pemutusan
              hubungan kerja (PHK) seperti saat ini.

              Sudut pandang bahwa JKP hanya menguntungkan pekerja harus ditinggalkan karena berpotensi
              mendorong  kebijakan  terjebak  pada  bias  tertentu  yang  menyulitkan  pekerja  dan  ujungnya
              mengganjal gerak ekonomi. Misalnya, pandangan bahwa kalau program untuk pekerja terlalu
              gampang diakses akan muncul potensi kecurangan (jraud) atau jika pekerja diberi tunjangan
              pengangguran mereka akan malas kembali ke pasar kerja.

              "Ini pemikiran usang. Dalam konteks lebih luas, semakin mudah diakses, program ini justru akan
              semakin  menguntungkan  negara  dan  perekonomian.  Pekerja  sebenarnya  lebih  ingin
              mempertahankan pekerjaannya dibandingkan mengejar JKP," katanya dalam diskusi daring yang
              digelar Trade Union Rights Centre.
              Beberapa ketentuan yang dinilai menyulitkan pekerja antara lain batasan kepesertaan JKP yang
              mengecualikan pekerja informal. Padahal, sejak pandemi, pekerja informal naik drastis hingga
              kini mencakup 60,47 persen angkatan kerja nasional. Ada pula ketentuan yang mengecualikan
              pekerja  kontrak  (PKWT)  yang  kontraknya  sudah  jatuh  tempo  sebagai  peserta  JKP.  Pekerja
              kontrak yang dapat mengklaim manfaat JKP adalah mereka yang di-PHK sebelum kontraknya
              berakhir.

              "PKWT lebih butuh pelatihan peningkatan kapasitas dan akses informasi pasar kerja. Seharusnya
              JKP bisa menjawab itu, tetapi ternyata dibatasi," kata Koordinator Advokasi BPJS Watch Timboel
              Siregar.

              Ketentuan lain yang mempersulit adalah aturan bahwa peserta harus memiliki masa iur minimal
              12  bulan  dan  telah  membayar  iuran  paling  singkat  enam  bulan  berturut-turut  sebelum  PHK
              terjadi. Artinya, pekerja yang di-PHK tahun ini tak bisa mendapat JKP karena manfaat baru bisa
              dicairkan setelah lewat masa iur 12 bulan.

              Program JKP secara umum dinilai baik. Apalagi masih sedikit negara di Asia Tenggara yang sudah
              memiliki program serupa. Namun, pemerintah harus bersedia merevisi syarat dan ketentuan
              program yang masih diskriminatif dan mempersulit korban PHK.

              Perlindungan sosial

              Pemerintah menjanjikan JKP sebagai program perlindungan sosial bagi pekerja korban PHK. BP
              Jamsostek  mencatat,  selama  satu  tahun  pandemi,  kepesertaan  BP  Jamsostek  menurun
              signifikan. Secara total, per Februari 2021, ada penurunan jumlah peserta 18,93 persen atau
              6,47 juta orang jika dibandingkan Desember 2019.

              Direktur  Utama  BP  Jamsostek  Anggoro  Eko  Cahyo  mengatakan,  penurunan  kepesertaan  itu
              akibat  banyak  peserta kehilangan  pekerjaan  selama  pandemi  dan  memilih  mencairkan  klaim
              Jaminan Hari Tua (JHT) untuk menambal biaya kebutuhan hidup.

              Ke depan, ujarnya, pekerja tidak perlu terburu-buru mencairkan klaim tabungan JHT-nya karena
              ada JKP yang menjadi bantalan dan perlindungan sosial bagi korban PHK. Dengan demikian,
              tabungan pensiun pekerja akan aman untuk jangka panjang. (AGE)






                                                           10
   6   7   8   9   10   11   12   13   14   15   16