Page 8 - e-KLIPING KETENAGAKERJAAN 4 NOVEMBER 2020
P. 8
Selain itu, pihaknya menemukan hilangnya periodesasi batas waktu kontrak yang tertera di
dalam Pasal 59 Undang-Undang Nomor 13 tahun 2003, tentang ketenagakerjaan. Akibatnya,
pengusaha bisa mengontrak berulang-ulang dan terus-menerus tanpa batas. PKWT (karyawan
kontrak) bisa berlaku seumur hidup.Tidak ada karyawan tetap.
"Tidak ada job security atau kepastian bekerja. Padahal dalam UU Nomor 13 tahun 2003, PKWT
atau karyawan kontrak, batas waktu kontraknya dibatasi maksimal lima tahun dan maksimal tiga
periode kontrak. Setelah menjalani kontrak maksimal lima tahun, ada harapan diangkat jadi
karyawan tetap," bebernya.
Regulasi lain yang dinilai merugikan buruh adalah penghapusan batasan pekerjaan yang bisa
menggunakan tenaga outsourcing. Pengurangan nilai pesangon, kemudahan masuknya Tenaga
Kerja Asing (TKA) hingga pemberlakuan PHK, bakal mudah. "Kami menantang DPR melakukan
legislative review. Selain jalur konstitusional, kami akan aksi dan mogok kerja," tukasnya.
Cacat Hukum
Dihubungi terpisah, Dosen Hukum Tata Negara Unhas, Prof Abdul Razak mengatakan, kekeliruan
yang terjadi merupakan indikasi bahwa adahalyangsalah dalam pembentukan undang-undang
tersebut. Sehingga bisa dikatakan cacat formil. Undang-undang yang disahkan presiden pastinya
tidak boleh lagi diubah. Ada mekanisme yang harus dilakukan.
Salah satunya, kata dia, hanya dengan meminta semua anggota DPR bertanda tangan untuk
perubahan tersebut Atau penerbitan melalui perppu. Hal ini diatur dalam Undang-undang nomor
11 tahun 2011. Dimana, pasal 5 tentang pembentukan Peraturan Perundang-undangan harus
dilakukan berdasarkan pada asas Pembentukan Peraturan Perundang-undangan yang baik.
Meliputi kejelasan tujuan, kelembagaan, kesesuaian antara jenis, hierarki, dan materi muatan.
Dapat dilaksanakan, kedayagunaan/ kehasilgunaan, kejelasan rumusan, dan keterbukaan.
"Mana ada keterbukaan di sini. Sejak awal sudah disorot karena tidak terbuka. Belum lagi adanya
perubahan antara undang-undang yang disahkan DPR dengan Presiden. Ini melanggar,"
katanya.
Lebih jauh, guru besar Fakultas Hukum Unhas ini menuturkan dengan adanya pelanggaran atas
undang-undang itu maka omnibus law Ciptaker tidak bisa diterapkan. Terlebih lagi ada gugatan
judicial review (JR) di MK, terkait formil dan materil. Apabila gugatan formil diterima, maka
undang-undang itu batal. Tidak bisa diterapkan.
Begitupun gugatan materil. Jika diterima, akan membuat poin dalam undang-undang itu dapat
berubah.
"Ini lebih cendereng kesalahan formil. Sehingga tidak bisa asal diubah dan atau diterapkan. Ini
cacat hukum," akunya.
Hati Nurani
Sementara itu, Sosiolog Hukum Unhas, Prof Irwansyah mengatakan nasib Undang-undang
Omnibus Law Ciptaker kini berada di MahkamahKonstitusi. Meski dilakukan pengujian di MK,
tetapi masih saja ada tanda tanya yangmuncul. Apakah dilakukan uji formil atau uji materil.
7