Page 48 - e-KLIPING KETENAGAKERJAAN 27 NOVEMBER 2020
P. 48

MENANTI TAJI PROGRAM JKP

              "Cari kerja juga sekarang lumayan susah. Kalau bisa sih bantuannya selain uang, peluang kerja
              jadi korban PHK bisa diberdayakan," ujar Anita Nurfitriany, menganggur sejak April 2020.

              Suara  hangat  Anita  saat  mendengar  niat  baik  pemerintah  luntur  saat  tahu  bahwa  Badan
              Penyelenggara  Jaminan  Sosial  (BPJS)  Ketenagakerjaan  bakal  menjadi  pelaksana  Program
              Jaminan  Kehilangan  Pekerjaan  (JKP)  yang  digadang-gadang  pemerintah  bakal  menjadi
              penyelamat para korban pemutusan hubungan kerja (PHK). Pasalnya, Anita belum didaftarkan
              sebagai peserta BPJS Ketenagakerjaan oleh perusahaan.

              "Kemungkinan gue dapat berarti kedi ya," katanya.

              Dia pun hanya bisa berharap agar penerima manfaat Program JKP bisa lebih fleksibel seperti
              penerima Kartu Prakerja.
              Janesti, seorang pekerja swasta di bidang media baru mendapat 'surat cinta' yang membuatnya
              harus angkat kaki dari perusahaan beserta pesangon bukan karena perusahaan menghadapi
              tekanan bisnis. Dari situ, tergambar bahwa nasib pekerja belum terlindungi.

              Program JKP yang disebut bakal menjadi pelindung kini justru diragukan. Anggota Komisi IX
              DPR,  Kumiasih  Mufidayati  belum  cukup  menjamin  keberlangsungan  para  pekerja.  Pasalnya,
              pendanaan  program  JKP  dinilai  tidak  memberikan  ketahanan  bagi  jaminan  sosial
              ketenagakerjaan.
              Kumiasih  menjabarkan  bahwa  Pasal  46C  Undang-Undang  tentang  Sistem  Jaminan  Sosial
              Nasional (SJSN) mengatur pemerintah yang membayar iuran JKP. Namun, pembayaran itu tidak
              semata-mata berasal dari anggaran pendapatan dan belanja negara (APBN) karena suntikan kas
              negara Rp6 triliun hanya merupakan modal awal.
              "Adianya rekomposisi bisa mengurangi manfaat bagi peserta karena dialihkan untuk membayar
              jaminan manfaati JKP," ujar Kumiasih dalam diskusi daring, Kamis (26/11).

              Dia  khawatir  saat  program  berjalan,  mekanisme  pembiayaan  JKP  yang  ada  bisa  terganggu
              karena  kondisi  negara  yang  masih  harus  menanggung  dampak  pandemi.  Selain  itu,  skema
              rekomposisi bisa mereduksi manfaat program jaminan sosial lainnya.

              Hal  serupa  pun  disampaikan  oleh  Ketua  Dewan  Pengawas  BPJS  Ketenagakerjaan  Guntur
              Witjaksono. Kendati telah dibahas sejak tiga tahun lalu, kenyataannya program tersebut masih
              belum mampu menawarkan jaminan sosial yang kokoh.

              "JKP ini tidak bisa terlalu loyal untuk waktu yang lama," ujar Guntur.

              Dia khawatir bila skema pendanaannya tak solid, tujuan memberikan jaminan kepada mereka
              yang kehilangan pekerjaan tak bisa tercapai. Apalagi, saat masa pembahasan awal, program
              menawarkan manfaat berupa bantuan tunai, akses ke bursa kerja dan pelatihan yang tentunya
              membutuhkan pendanaan yang kuat

              Dewan Pengawas BPJS Ketenagakerjaan menilai bahwa kondisi itu membuat banyak masyarakat
              sulit  mendapatkan  pekerjaan.  Dengan  adanya  pandemi  Covid-19,  lapangan  kerja  semakin
              sempit, persaingan kerja pun kian sulit.
              "Akankah dibebankan kepada program Jaminan Kecelakaan Kerja (JKK) dan Jaminan Kematian
              JKM yang rasio klaimnya masih rendah? Semua itu perlu dihitung betul," ujar Guntur.

              Ketua Ketenagakerjaan dan Jaminan Sosial Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Harijanto
              pun menyampaikan hal senada.
                                                           47
   43   44   45   46   47   48   49   50   51   52   53