Page 60 - e-KLIPING KETENAGAKERJAAN 23 MARET 2021
P. 60
Mendesaknya perubahan sistem politik saat itu dibuktikannya ketika mempertahankan
disertasinya mengenai Pelaksanaan Tugas dan Hak DPR Masa Kerja 1982-1987 di muka senat
guru besar Universitas Indonesia, Depok, pada 1993.
Inti pokok pikirannya yaitu mendorong adanya peninjauan kembali empat undang-undang (UU)
agar demokratisasi berjalan sehat.
Keempat UU yang harus ditinjau adalah UU Nomor 16 Tahun 1969 tentang Susunan dan
Kedudukan MPR, DPR dan DPRD, UU Nomor 15 Tahun 1969 tentang Pemilu, UU Nomor 3 Tahun
1975 tentang Parpol dan Golkar, serta UU Nomor 8 Tahun 1985 tentang Keormasan.
"Meski beberapa UU itu telah beberapa kali diubah, tapi perubahannya belumlah menuju
terciptanya demokratisasi," kata Muchtar dikutip dari dokumen Harian Kompas .
Perhatian Muchtar merujuk pada tidak optimalnya pelaksanaan tugas DPR 1982-1987, terutama
karena sistem politik dan hukum, tata tertib DPR, kondisi anggota DPR dan budaya politik yang
ada. Peran legislator saat itu dicap kurang kreatif, bahkan dianggap sebagai salah satu
penghambat jalannya demokratisasi yang sehat.
"Penelitian saya membuktikan hanya 29,13 persen atau 134 dari 460 anggota yang muncul
dalam pemberitaan Harian Kompas selama 1 Januari-31 Desember 1985. Yaitu 17 dari 24
anggota FDI (73 persen), 31 dari 94 anggota FPP (32,98 persen), 26 dari 75 anggota F-ABRI
(34,67 persen) dan 59 dari 267 anggota FKP (22,10 persen)," kata dia.
Hal itu juga terjadi pada persentase kehadiran anggota, sesuai sampel Komisi III, IX dan APBN,
pada rapat komisi yang tak pernah mencapai 100 persen.
Dikutip dari muchtarpakpahan.com, akibat disertasi tersebut, ia terpaksa harus berurusan
dengan hukum.
Dua hari setelah mempertahankan disertasinya, pria yang biasa disapa Bang Muchtar ini dibawa
ke Badan Intelijen ABRI (BIA), diminta mengubah isi disertasi karena dianggap membahayakan
keselamatan negara.
Pada Januari 1994, Muchtar kemudian ditahan di Semarang, Agustus 1994 dipenjarakan di
Medan dan bebas pada Mei 1995.
Namun, Muhctar kembali mendekam penjara pada 1996 di LP Cipinang, Jakarta. Ia keluar-masuk
penjara akibat rangkaian disertasi yang selanjutnya diterbitakan menjadi buku berjudul Potret
Negara Indonesia.
Isinya merupakan alternatif revolusi pada masa reformasi. Saat itu, Muchtar terancam hukuman
mati karena dituduh subversif.
Ketika di penjara, Muchtar menciptakan lagu-lagu perjuangan dan rohani yang hingga kini masih
didendangkan dalam dunia pergerakan. Total ada 25 lagu ciptaan Muchtar.
Pada 2003, Muchtar kemudian mendirikan Partai Buruh Sosial Demokrat (PBSD) dan menjadi
ketua umum.
Pendirian partai ini tak lepas dari kekecewaannya terhadap teman-temannya yang duduk di DPR
karena menyetujui sistem outsourcing dan kerja kontrak dalam UU Nomor 13 Tahun 2003
tentang Ketenagakerjaan.
Ketika menjadi Ketua Umum PBSD, ia harus meninggalkan beberapa jabatan lainnya, yaitu
sebagai Ketua Umum DPP SBSI, Governing Body ILO dan Wakil Presiden Konfederasi Buruh
Sedunia.
59