Page 108 - e-KLIPING KETENAGAKERJAAN 23 JUNI 2021
P. 108
Dia mengatakan, sudah menjadi sebuah rahasia umum banyak pemberi kerja yang menekan
pekerjanya untuk mengundurkan diri. Penekanan biasa dilandasi persaingan antar pekerja,
adanya masalah yang tidak terselesaikan, atau bahkan faktor ekonomi.
Menurutnya, tindakan itu kerap bertujuan agar pemberi kerja terhindar dari berbagai kewajiban.
Langkah menekan pekerja untuk mengundurkan diri dinilai relatif mudah, murah, dan prosesnya
cepat, dibandingkan dengan PHK yang dalam beberapa kasus harus sampai ke pengadilan
hubungan industrial.
Kondisi yang banyak terjadi itu menurutnya berbahaya, salah satunya karena pekerja tidak bisa
memperoleh manfaat JKP dari Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Ketenagakerjaan.
Hal tersebut terjadi karena salah satu syarat klaim manfaat JKP adalah PHK, bukan pengunduran
diri.
"Enggak akan berlaku karena pekerjanya mengundurkan diri, bukan PHK. Selama ini, orang kalau
mau di-PHK pasti dikondisikan mengundurkan diri, padahal pekerja kan dia peserta yang
membayar iuran, tapi pas di-PHK tidak bisa mendapat manfaat [JKP]," tuturnya.
Dia melanjutkan, praktik itu melanggar ketentuan Undang-Undang (UU) 40/2004 tentang Sistem
Jaminan Sosial Nasional (SJSN), yakni peserta adalah orang yang mendaftar dan membayar
iuran, sehingga berhak mendapatkan manfaat dan informasi atas program yang diikutinya.
Para pekerja memenuhi kewajibannya dalam membayar iuran jaminan sosial selama masa kerja.
Dalam aspek kepesertaan, pekerja itu sudah memenuhi ketentuan Peraturan Pemerintah (PP)
37/2021 tentang Penyelenggaraan Program JKP.
Meskipun begitu, jika pada akhir masa kerja terjadi pengunduran diri, maka pekerja itu tidak
dapat memperoleh manfaat JKP. Menurut Timboel hal tersebut perlu dicermati dengan serius
oleh pemerintah, Kementerian Ketenagakerjaan, dan BPJS Ketenagakerjaan.
"Harus dihindari agar tidak terjadi kerugian ganda bagi pekerja, dia kehilangan pekerjaan dan
tidak dapat JKP, padahal JKP esensinya untuk membantu pekerja yang kehilangan pekerjaan,
apalagi di masa sekarang ini," ujarnya.
BPJS Watch menilai bahwa pengunduran diri pekerja biasanya didasari dua hal, yakni pindah
tempat kerja atau berhenti bekerja untuk keperluan tertentu, seperti mengurus keluarga. Kedua
alasan itu layak untuk menjadikan pekerja tidak memperoleh manfaat JKP.
Dalam kasus pekerja yang dipaksa mengundurkan diri, pekerja itu belum tentu sudah
mendapatkan pekerjaan pengganti. Maka, menurut Timboel, JKP harus ada dalam kondisi sulit
bagi peserta itu, terlebih jika dia sudah memenuhi semua kewajibannya.
Kondisi serupa pun berlaku bagi pekerja dengan status Perjanjian Kerja Waktu Tertentu (PKWT),
pekerja konstruksi, dan pekerja migran Indonesia (PMI). Mereka aktif sebagai peserta,
membayar iuran, tapi tidak dapat memperoleh manfaat JKP.
107