Page 21 - e-KLIPING KETENAGAKERJAAN 23 JUNI 2021
P. 21

perubahan pembagian kerja secara seksual yang membuat kerja rumah tangga sering tak bisa
              dilekatkan hanya pada perempuan.
              Demikian juga kategorisasi kerja formal dan informal, publik dan privat, yang dipenuhi berbagai
              dinamika dan membuatnya tak selalu berjalan linear dalam kenyataan sosial. Studi ini bisa jadi
              argumen untuk menolak pandangan tentang persoalan PRT sebagai persoalan privat yang tidak
              memiliki dimensi kepentingan umum.

              Salah  satu  gambaran  kategori  dan  segregasi  ketat  tak  bisa  diterapkan  adalah  dalam  proses
              industrialisasi  dan  modernisasi  di  Indonesia,  sejak  Orde  Baru.  Kampanye  modernisasi  dan
              industrialisasi  dengan  memusatkan  proyek  pembangunan  di  perkotaan  sebagai  simbol
              modernitas  juga  berimbas  pada  identitas  perempuan  urban  yang  mulai  go  public  dan
              meninggalkan kerja domestik.

              Ini menuntut mobilisasi perempuan perdesaan untuk di-urbanisasi agar bisa mengisi kerja rumah
              tangga di keluarga urban. Tanpa keterlibatan perempuan desa sebagai PRT, proses modernisasi
              tak akan berjalan. Artinya, PRT punya peran penting dalam proses pembangunan berorientasi
              modernisasi dan industrialisasi ini, yang menjadi indikasi segregasi privat-publik, formal-informal,
              produktif- reproduktif jadi tak berlaku.

              Inilah  yang  perlu  dipahami  publik,  terutama  anggota  DPR,  dan  menuntut  perubahan  cara
              pandang  mereka  agar  bersedia  menempatkan  persoalan  PRT  sebagai  persoalan  publik  dan
              bersentuhan dengan kepentingan umum. Masa 17 tahun proses pembuatan sebuah UU sungguh
              tak bisa diterima. Di balik macetnya proses legislasi ini terdapat sikap dan cara pandang kita
              yang bias, diskriminatif, dan tak adil terhadap PRT.

              Cara pandang diskriminatif mungkin juga karena mereka tak menemukan argumen meyakinkan
              terkait berbagai persoalan PRT. Kajian, riset, dan berbagai kegiatan akademik lain dibutuhkan
              untuk menguatkan dan memperkaya argumen ini. Meski akhirnya RUU ini akan disahkan DPR,
              kajian-kajian itu tetap dibutuhkan untuk membangun pengetahuan akademik tentang kenyataan
              sesungguhnya terkait PRT di Indonesia.
              HBRYUNANTO



































                                                           20
   16   17   18   19   20   21   22   23   24   25   26