Page 54 - E-KLIPING KETENAGAKERJAAN 30 JULI 2021
P. 54
PETANI TEMBAKAU, BURUH ROKOK, DAN PENGENDALIAN TEMBAKAU (2-HABIS)
PETANI tembakau asal Posong Temanggung, Yamidi mengaku tidak begitu merasakan dampak
aturan kenaikan cukai atau pembatasan konsumsi rokok "Selama ini, kami mendapatkan
keuntungan dari usaha diversifikasi yang kami lakukan, selain menanam tembakau," kata Yamidi.
Dewan Pengurus Pusat Serikat Petani Indonesia Angga Hermanda, menambahkan para petani
sudah lama terjebak dalam sistem perdagangan yang membuat petani lemah.
"Ketika produksi dari pertanian tembakau berkurang, harusnya jangan membuat industri rokok
lalu impor tembakau. Ditambah lagi dengan ancaman tembakau sintetis," tuturnya.
Direktur Bina Riksa Kementerian Ketenagakerjaan, Yuli Adiratna, mengatakan, industri dan
peredaran hasil tembakau harus dikendalikan demi perlindungan generasi Indonesia. Namun,
pengendaliannya harus dibarengi dengan program peningkatan kapasitas tenaga kerja serta
tidak melupakan nasib para petani tembakau.
Sementara itu, ekonom Faisal Basri menilai selama ini petani atau buruh tembakau dijadikan
tameng untuk menghalangi pengendalian tembakau.
Dia memaparkan, produksi tembakau lokal sekitar 200.000 ton, sedangkan kebutuhan sekitar
300.000 ton. Jadi, seluruh produksi nasional bakal terserap oleh industri pengguna tembakau.
Menurut dia, mayoritas rokok di Indonesia adalah sigaret kretek mesin dan sigaret putih mesin.
Pemerintah hanya menaikkan cukai untuk sigaret jenis tersebut, sedangkan sigaret kretek
tangan tidak dinaikkan cukainya. "Sebesar 3/4 rokok itu sigaret kretek mesin," tuturnya.
Terjadinya PHK akhir-akhir ini juga diperkirakan diakibatkan oleh tingginya permintaan sigaret
kretek mesin yang tidak lagi membutuhkan tenaga manusia.
Sementara itu, berkurangnya jumlah pabrik rokok yang seluruhnya adalah industri rumahan yang
terkena aturan administratif bukan karena pengetatan aturan pengendalian konsumsi rokok.
Faktanya juga, konsumsi dan produksi rokok per batang justru terus meningkat. Ini artinya,
berkurangnya jumlah pabrikan bukan berarti pengurangan jumlah konsumsi dan produksi.
Pengurus Komnas Pengendalian Tembakau, Widyastuti Soerojo menyatakan adanya dugaan
politisasi petani dan buruh rokok untuk melawan upaya pengendalian konsumsi rokok.
"Musuh besar petani adalah cuaca dan tata niaga tembakau. Bukan karena PHW (pictorial health
warning), larangan iklan, KTR (kawasan tanpa rokok), dan seterusnya. Jadi, tidak ada hubungan
dengan revisi PP109/2012 secara keseluruhan," ucapnya. (Kismi Dwi Astuti/"PR")**#
Caption:
PETANI di lahan tembakau Kiara Payung, Jatinangor, Kabupaten Sumedang, Senin (15/3/2021).
Industri dan peredaran hasil tembakau harus dikendalikan demi perlindungan generasi
Indonesia. *
53