Page 76 - e-KLIPING KETENAGAKERJAAN 15 FEBRUARI 2021
P. 76
Dian juga menyoroti syarat peserta JKP sudah mengiur minimal selama 12 bulan. Padahal,
terdapat buruh kontrak yang masa kerjanya selama 20 hari, 30 hari, hingga maksimal 3 bulan.
Artinya, kelompok kerja tersebut berpotensi tidak memperoleh JKP Tak hanya itu, Dian juga
menyoroti rekomposisi iuran program jaminan sosial sebagai salah satu sumber dana
penyelenggaraan JKP Ia khawatir, rekomposisi tersebut berdampak pada pengurangan manfaat
peserta, terutama jaminan hari tua. Dia berharap, anggaran pemerintah menjadi sumber dana
utama.
Wakil Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia Bidang Ketenagakerjaan Bob Azam
menyebutkan, tenaga kerja di sektor formal telah terdaftar di BP Jamsostek. "Dalam pelaksanaan
JKP, pekerja sektor informal yang belum tercakup dalam pendataan BP Jamsostek perlu
diperhatikan," ujarnya.
Bob berharap, perusahaan tak perlu menambah iuran untuk JKP. Rekomposisi pengelolaan dana
program jaminan sosial jadi salah satu jalan keluar dengan mempertimbangkan perbandingan
antara jumlah pemasukan dari iuran terhadap realisasi pengeluarannya.
Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja Pasal 82 menambahkan JKP sebagai
salah satu program jaminan sosial selain jaminan kesehatan, kecelakaan kerja, hari tua, pensiun,
dan kematian. Pekerja yang terkena pemutusan hubungan kerja (PHK) berhak mendapat JKP.
Pekerja yang terdaftar di Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Ketenagakerjaan (BP Jamsostek)
secara otomatis menjadi peserta JKP. Manfaat JKP berupa uang tunai, akses informasi pasar
kerja, dan pelatihan kerja Nilai jaminan yang diberikan setara dengan upah selama 6 bulan.
Tahun ini, pemerintah menganggarkan Rp 6 triliun sebagai modal iuran awal program itu.
Lewat JKP, pekerja atau buruh yang di-PHK akan mendapat uang tunai selama 6 bulan. Selama
3 bulan pertama setelah di-PHK, mereka akan menerima uang 45 persen dari upah per bulan
yang terdaftar (dengan plafon maksimal Rp 5 juta per bulan). Sementara, untuk 3 bulan sisanya,
buruh akan mendapat manfaat JKP sebesar 25 persen dari upah per bulan.
Ketentuan detail mengenai penyelenggaraan program JKP diatur dalam RPP yang sudah
rampung disusun pemerintah awal bulan ini. Kini, RPP itu sedang menunggu diundangkan.
Kewajiban perusahaan
Menteri Ketenagakerjaan Ida Fauziyah, Kamis lalu, mengatakan, perusahaan wajib
mendaftarkan pekerja di program JKP dan program Jamsostek lainnya. Perusahaan tidak perlu
menanggung iuran bulanan JKP karena akan dibayarkan pemerintah lewat APBN dan BP
Jamsostek lewat rekomposisi iuran program JKK dan J KM dan dana operasional.
Dengan mendaftarkan pekerjanya di JKP, beban perusahaan membayar pesangon saat PHK lebih
ringan. "Jika tidak mendaftarkan pekerjanya di JKP, pengusaha harus menanggung pesangon
sendiri, tanpa bantuan pemerintah," katanya.
Ida menambahkan, pemerintah akan mendorong peningkatan kepesertaan lewat penegakan
hukum bagi pemberi kerja yang mengabaikan kewajiban mendaftarkan pekerjanya. Sosialisasi
aktif bersama BP Jamsostek akan dilakukan, tidak hanya ke pemberi kerja, tetapi juga para
pekerja mandiri yang statusnya bukan penerima upah.
Saat ini, masih ada persoalan terkait cakupan kepesertaan BP Jamsostek yang minim.
Kementerian Ketenagakerjaan mencatat, peserta BP Jamsostek pada 2020 berjumlah 51,75 juta
orang. Sebagai perbandingan, jumlah penduduk Indonesia yang bekerja per Agustus 2020 ialah
128,45 juta orang. Dengan demikian, kepesertaan BP Jamsostek saat ini baru mencakup 40
persen dari total penduduk bekerja. (JUD/AGE)
75