Page 220 - e-KLIPING KETENAGAKERJAAN 22 JULI 2021
P. 220
terdampak, seperti: ritel, logistik, perhotelan, transportasi, makanan-minuman, tekstil,
elektronik, dan otomotif.
Said Iqbal menyebut, jika mengacu pada pengalaman pembatasan saat pandemi tahun lalu,
banyak buruh dirumahkan dan kemudian kehilangan pekerjaan. Kondisi itu, katanya, otomatis
akan membuat daya beli kalangan buruh semakin menurun.
Oleh karena itu, Pengurus Pusat Organisasi Perburuhan Internasional (ILO) ini mendesak
pemerintah untuk memastikan bahwa pelaksanaan PPKM Darurat tidak menyebabkan buruh
dirumahkan apalagi sampai ada gelombang PHK.
“Harus disadari, tidak hanya dampak kesehatan yang kita hadapi. Tetapi juga akibat negatifnya
bisa berdampak pada ekonomi,” kata Said Iqbal dalam keterangan kepada wartawan, Jumat
(2/7/2021). Said Iqbal juga meminta pemerintah melanjutkan program subsidi gaji untuk
mengkompensasi penurunan daya beli kaum buruh.
Ketua Konfederasi Perjuangan Buruh Indonesia (KPBI), Ilhamsyah, juga memiliki kekhawatiran
akan ancaman gelombang PHK. Menurutnya, potensi itu muncul terutama pada sektor usaha
yang terdampak pembatasan, seperti: transportasi, restoran, perhotelan, dan ritel.
Meski demikian, Ilhamsyah mengaku belum mengetahui secara persis seberapa besar
gelombang PHK itu dapat terjadi. Namun, dia menyatakan, setidaknya ada dua faktor yang dapat
mendorong terjadinya kondisi tersebut. Pertama, gelombang PHK datang dari industri yang
terdampak pembatasan sehingga mereka harus tutup sama sekali. Kedua, perusahaan yang
melakukan efisiensi.
“PHK ini bisa terjadi karena memang industri tersebut langsung terdampak, artinya langsung
tutup. Tapi ada juga perusahaan-perusahaan atau industri manufaktur yang tidak langsung
terdampak karena produksi masih berjalan tapi mereka juga melakukan efisiensi,” kata
Ilhamsyah kepada Lokadata.
Kemampuan pengusaha bertahan terbatas
Kekhawatiran soal ancaman gelombang PHK juga datang dari kalangan pengusaha. Ketua Umum
Asosiasi Pengelola Pusat Belanja Indonesia (Appbi), Alphonzus Widjaja, menyatakan, dengan
penutupan operasional, kondisi pusat perbelanjaan akan makin terpuruk di tengah kondisi yang
masih jauh dari pulih.
Menurut Alphonzus, kondisi pengusaha pada tahun ini lebih berat dari 2020 lantaran persediaan
dana cadangan sudah terkuras habis. Pada saat yang sama, pendapatan pengusaha juga masih
minus lantaran jumlah pengunjung pusat perbelanjaan masih sedikit dengan rata-rata sekitar 50
persen.
Direktur Retail and Hospitality Sinarmas Land ini menambahkan, beban pengusaha juga makin
berat lantaran meski ditutup, perusahaan harus tetap membayar berbagai biaya pungutan atau
pajak retribusi. Pelbagai beban biaya itu, di antaranya: biaya gas, listrik, pajak bumi dan
bangunan (PBB), dan pajak reklame.
“Jika penutupan operasional terus berkepanjangan maka akan banyak pekerja yang dirumahkan
dan jika keadaan semakin berlarut maka akan banyak terjadi lagi PHK,” kata Alphonzus kepada
Lokadata.id. Menurut dia, pengetatan pembatasan juga tak hanya berdampak pada penutupan
mal, tapi juga usaha mikro kecil dan menengah (UMKM) di sekitarnya.
Kepada Lokadata.id, Sekretaris Jenderal Asosiasi Pertekstilan Indonesia (API), Rizal Tanzil
Rakhman mengatakan, pelaku usaha sektor tekstil dan produk tekstil (TPT) sampai saat ini belum
219