Page 148 - e-KLIPING KETENAGAKERJAAN 8 FEBRUARI 2021
P. 148
inflasi cukup tinggi dengan nilai 1,15 persen dan memberikan andil 0,19 persen month to month
( mtom ). Penyebabnya berkaitan dengan kenaikan harga bahan pokok yang sebagian besar
terkendala cuaca seperti cabai merah dan ikan. Sementara gangguan pasokan bahan baku juga
ikut menyumbang kenaikan harga seperti pada tahu dan tempe. Komoditas ini terkendala
naiknya harga kedelai impor.
Pada komponen inflasi harga terjadi deflasi 0,19 persen dengan andil 0,03 persen. Penyebabnya
adalah penurunan harga tarif angkutan udara meski disertai kenaikan tarif tol dan harga rokok
lewat kenaikan cukai.
Sedikit berbeda dengan Trubus, Direktur Eksekutif Institute for Development of Economics and
Finance (Indef) Tauhid Ahmad menilai program subsidi upah perlu dievaluasi karena katagori
penerima, yaitu karyawan bergaji di bawah Rp5 juta, terbilang cukup mampu. Jika bantuan
subsidi upah diadakan kembali, maka ia meminta kriteria penerimanya harus lebih dikerucutkan.
"Saya kira minimal bantuannya Rp1 juta/bulan. Bantuannya harus lebih besar tapi sasarannya
diperkecil," jelas dia kepada Tirto.id. "Seharusnya berikan ke yang gajinya misalnya di bawah
Rp3 juta, pasti mereka larinya ke konsumsi." Tauhid menemukan beberapa kasus di mana
penerima subsidi lebih memilih menyimpan uangnya di bank dibanding dibelanjakan, padahal
tujuan subsidi tak lain untuk menggerakkan ekonomi. "Kalau mereka yang pendapatannya sudah
sedikit larinya pasti ke konsumsi, karena mereka enggak ada pilihan lain. Kelompok bawah pasti
habiskan uang karena uangnya terbatas. Kalau makin tinggi [gajinya] ketika ada bantuan ya
simpan aja," katanya menjelaskan.
Berdalih Pandemi, Perusahaan di Tangerang Pecat Sepihak 75 Buruh Pernyataan Tauhid tak
keliru. Ketua Dewan Komisioner Lembaga Penjaminan Simpanan (LPS) Purbaya Yudhi Sadewa
mengatakan tren konsumsi masyarakat di awal 2021 masih menunjukkan pelemahan. Purbaya
mengatakan masyarakat masih belum mau membelanjakan uangnya karena ada pemberlakuan
pembatasan kegiatan masyarakat atau PPKM. Alhasil, Dana Pihak Ketiga (DPK) di perbankan
relatif bertahan alias tak banyak digunakan.
"Akhir tahun sampai sekarang, kita masih terpengaruh PPKM. Otomatis belanja masyarakat tak
akan terlalu tumbuh signifikan. Wajar saja kalau DPK-nya belum terlalu banyak dipakai untuk
membelanjakan kebutuhan sehari-hari seperti biasanya," ucap Purbaya dalam konferensi pers
virtual, Kamis (28/1/2021).
Menurut data Otoritas Jasa Keuangan (OJK), pertumbuhan DPK masih berada di level yang cukup
tinggi. Per Desember 2020, nilainya mencapai 11,11 persen yoy yang melandai dari November
2020 sebesar 11,55 persen yoy .
147

