Page 350 - e-KLIPING KETENAGAKERJAAN 15 OKTOBER 2020
P. 350
"Itu merupakan tindak pidana, apabila ada selundupan pasal," kata Azis.
Ihwal adanya beberapa versi draf UU Ciptaker dengan jumlah halaman berbeda, Azis
menjelaskan, hal itu terjadi karena adanya perbedaan jenis kertas yang digunakan oleh Baleg
DPR dalam mengetik undang-undang tersebut.
"Proses pengetikannya di Kesetjenan (DPR) menggunakan legal paper yang sudah menjadi
syarat ketentuan-ketentuan dalam undang-undang. Sehingga besar tipisnya yang berkembang
di masyarakat ada 1. 000 sekian, 900 sekian," ujar Azis.
Selain itu, kata Azis juga ada perbaikan dari format penulisan, seperti jenis huruf, spasi, hingga
margin.
Namun ditegaskannya, tidak ada substansi yang diubah selama penyempurnaan UU Ciptaker
yang dilakukan selama sepekan terakhir.
"Mengenai jumlah halaman, itu adalah mekanisme pengetikan dan editing tentang kualitas dan
besarnya kertas yang diketik. Proses yang dilakukan di Baleg itu menggunakan kertas biasa,"
ujar Azis.
Sehingga, naskah final UU Ciptaker yang benar adalah berjumlah 812 halaman. Adapun
rencananya, naskah yang sudah final tersebut akan diserahkan kepada Presiden Joko Widodo
pada Rabu (14/10).
Kepala Pusat Kajian Anti Korupsi (Pukat) UGM Oce Madril menilai, UU Ciptaker memiliki kecacatan
baik secara formil maupun materiil. Oce mengatakan, proses pembentukan UU Ciptaker selama
ini berlangsung cepat, tertutup dan minim partisipasi publik. Dalam penyusunannya, publik
kesulitan memberikan masukan karena akses ke draf RUU Cipta Kerja tertutup.
Akses publik terhadap dokumen RUU Cipta Kerja baru tersedia setelah selesai dirancang
pemerintah dan diserahkan ke DPR. Bahkan, Oce mengingatkan, DPR dan pemerintah
melanjutkan pembahasan RUU di tengah tengah pandemi Covid-19.
"RUU Cipta Kerja bermasalah baik secara proses, metode maupun substansinya," kata Oce,
Selasa (6/10) lalu.
Adapun, peneliti Forum Masyarakat Peduli Parlemen Indonesia (Formappi) Lucius Karus menilai
beragam versi naskah RUU Ciptaker yang beredar di publik bukanlah sesuatu hal kebetulan. Ia
menduga hal tersebut sengaja didesain untuk mengacaukan informasi di ruang publik.
"Adanya naskah yang beragam versi tersebut hanya akan membuat publik mempersoalkan hal-
hal teknis soal ketersediaan naskah RUU tanpa punya bahan yang valid untuk mengkritisi
substansi RUU tersebut," kata Lucius dalaMKeterangan tertulisnya kepada Republika, Selasa
(13/10).
349