Page 455 - E-KLIPING KETENAGAKERJAAN 4 OKTOBER 2021
P. 455

Tertentu yang Dapat Diduduki TKA, serta Keputusan Menaker Nomor 349/2019 tentang Jabatan
              Tertentu yang Dilarang Diduduki TKA.
              "UU 13/2003 Pasal 42 sampai 47 serta PP 34/2021 (sebagai turunan UU Cipta Kerja) sudah
              mengatur. Jadi, ada penekanan bahwa orang-orang yang hadir sebagai TKA di Indonesia itu
              tidak sembarangan. Mereka adalah orang-orang profesional yang punya keahlian dalam rangka
              alih teknologi dan keahlian,"tuturnya kepada Misbah Nurdi dari GATRA.

              Menurut Timboel, untuk menciptakan kemandirian sumber daya manusia (SDM) lokal, sisi alih
              teknologi dan keahlian menjadi sangat penting. Sebab, selama ini Indonesia relatif lemah dari
              sisi pelatihan dan keahlian.

              Jika dirunut dari aturannya, dalam PP 34/2021, pasal 7 ayat (1) huruf a menyatakan bahwa
              pemberi kerja TKA wajib menunjuk tenaga kerja WNI sebagai tenaga kerja pendamping TKA
              yang di pekerjakan untuk alih teknologi dan alih keahlian dari TKA.

              Kemudian, Pasal 45 ayat (1) huruf a UU 13/2003 mengatur, 'pemberi kerja TKA wajib menunjuk
              tenaga kerja WNI sebagai tenaga pendamping TKA yang dipekerjakan untuk alih teknologi dan
              alih keahlian dari TKA. Namun, pasal 42 ayat (6) UU 13/2003 menyebutkan, tenaga kerja asing
              yang masa kerjanya habis dan tidak dapat diperpanjang dapat digantikan oleh tenaga kerja asing
              lainnya. Kedua ketentuan itu terkesan saling bertentangan.
              "Satu  sisi  mensyaratkan  pen  damping,  supaya  bisa  menggantikan  posi  si  "Mr.  Jack"  setelah
              menerima  alih  teknologi  dan  pengetahuan.  Tetapi,  saat  "Mr.  Jack"  pulang,  lalu  datang  "Mr.
              Smith" Kan sama saja.

              Ini yang harus di pas tikan kembali, bahwa semangat alih teknologi itu ingin menciptakan ke
              man dirian SDM agar tidak menjadi penonton di republik sendiri," ujarnya.

              Timboel  menambahkan,  peran  pengawas  ketenagakerjaan  dan  penegakan  hukum  terhadap
              pelaksanaan regulasi TKA juga masih lemah. Karena itu, fungsi pengawasan mesti diperketat,
              diperkuat dan didorong supaya TKA yang bekerja di Indonesia sesuai dengan ketentuan regulasi.

              "Kabar yang sempat beredar kan ada TKA dari Cina yang kerjanya relatif kasar, seperti gali-gali
              tanah saja pakai asing. Kalau merujuk PP 34/2021 kan sebenarnya tidak boleh. Harus punya
              skill. Pengawasan praktik seperti ini harus diperkuat pemerintah, sehingga tidak menimbulkan
              kecemburuan masyarakat," ia menjelaskan. Masalahnya, pengetatan pengawasan tersebut bisa
              berpotensi  mengakibatkan  investor  ogah  menanamkan  modal  ke  Indonesia.  Investasi  seret.
              Pemerintah pusing.

              Akhirnya, sejumlah tenaga asing yang tidak memenuhi ketentuan masih melenggang bekerja di
              Indonesia.  Timboel  menggarisbawahi  soal  politik  tenaga  kerja  di  Indonesia.  Menurutnya,
              pemerintah masih mengabdi pada bagaimana investasi masuk. Tentu investasi yang masuk pasti
              akan merekrut lebih banyak tenaga lokal.
              "Hanya saja, kita kan berhadapan pada regulasi sehingga harus ditegakkan," ujarnya. Dalam
              catatan  Timboel,  terdapat  ruang  negosiasi  di  antara  regulasi  dan  implementasi.  Sehingga,
              apabila pemerintah ingin memberikan pengecualian sebaiknya dibicarakan. Tidak bisa pengawas
              ketenagakerjaan tidak menjalankan tugasnya. Utamanya, tetap melakukan pengawasan sambil
              memastikan investor tidak kabur.

              "Okelah, enggak masalah kita tutup mata. Anda tambah 1 TKA tapi harus masukkan 50 pekerja
              Indonesia misalnya. Kalau mau pragmatis sih begitu. Anda boleh melanggar tapi apa manfaat
              atau nilai tambah buat pekerja Indonesia," katanya. Aditya Kirana, M. Guruh Nuary, dan Ryan
              Puspa Bangsa

                                                           454
   450   451   452   453   454   455   456   457   458   459   460