Page 11 - e-KLIPING KETENAGAKERJAAN 19 NOVEMBER 2020
P. 11

Seluruh Indonesia (KSPSI), Federasi Serikat Pekerja Metal Indonesia (FSPMI), Federasi Serikat
              Pekerja Farmasi dan Kesehatan Reformasi.
              Iqbal berharap, pihaknya dan beberapa elemen buruh lainnya yang dirugikan dengan kehadiran
              UU ini bisa mendapatkan keadilan di MK. "Semoga kami bisa mendapatkan hasil positif di sana,"
              harapnya.

              RPP klaster ketenagakerjaan

              Tudingan KSPI ini ditepis pemerintah. Menteri Tenaga Kerja Ida Fauziyah menyatakan, saat ini
              pihaknya  tengah  menyusun  rancangan  peraturan  pemerintah  (RPP)  yang  akan  memperjelas
              beberapa pasal kontroversial yang terdapat di UU Ciptaker.

              Beberapa calon aturan yang tengah disiapkan antara lain RPP tentang PKWT, alih daya, waktu
              kerja dan waktu istirahat, dan pemutusan hubungan kerja (PHK); juga RPP pengupahan dan RPP
              tenaga kerja asing.

              "RPP tersebut dibahas secara tripartit yang mengikutsertakan perwakilan dari serikat pekerja
              atau buruh," ujar Ida.

              Dalam pembahasan sejauh ini, beberapa ketentuan yang diatur dalam RPP tidak seperti yang
              ditakutkan  kalangan  buruh.  RPP  tentang  PKWT,  misalnya,  tetap  mengatur  tentang  jaminan
              perlindungan  buruh,  upah,  kesejahteraan,  syarat  kerja,  dan  perselisihan  bagi  karyawan  alih
              daya.
              Dalam  RPP,  semua  akan  menjadi  tanggungjawab  perusahaan  alih  daya  atau  perusahaan
              penerima pekerjaan pemborongan. Bagi buruh alih daya yang dipekerjakan melalui PKWT, dalam
              perjanjian  kerja  juga  harus  tertulis  syarat  pengalihan  pelindungan  hak  buruh  apabila  terjadi
              pergantian perusahaan alih daya dan sepanjang objek pekerjaannya tetap ada.
              Soal periode batas waktu kontrak bagi PKWT juga tetap diatur dalam RPP berdasarkan jangka
              waktu atau selesainya suatu pekerjaan tertentu. Di mana, syarat PKWT tetap mengacu Pasal 59
              UU No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan. Namun, terbuka opsi PKWT maksimal 5 tahun.
              Jadi durasinya naik dari aturan sebelumnya.

              Selain itu, PKWT juga tidak dapat diadakan untuk pekerjaan yang bersifat tetap. Kemudian, ada
              juga kompensasi bagi buruh PKWT setelah masa kontraknya berakhir. Kompensasi akan diatur
              dalam PP, misalnya berapa lama masa kerjanya dan besaran yang diterima.
              Protes buruh soal waktu kerja dan istirahat juga akan diperjelas dalam RPP nantinya. Kemnaker
              memastikan, waktu kerja yang diatur UU Cipta Kerja sama seperti UU Ketenagakerjaan. Hanya,
              disesuaikan dengan perkembangan kebutuhan dunia kerja. Untuk sektor usaha atau pekerjaan
              tertentu, waktu kerjanya dapat kurang atau lebih dari 7 jam atau 8 jam dalam 1 hari dan 40 jam
              dalam satu minggu.

              Soal pesangon memang mengalami penurunan. Ida mengungkapkan, pada praktiknya hanya
              7% saja perusahaan yang mampu mengikuti ketentuan pesangon seperti yang diatur dalam UU
              Ketenagakerjaan.

              Atas pertimbangan tersebut, maka pemerintah sepakat mengubah ketentuan besaran pesangon
              di UU Cipta Kerja menjadi 19 dibayar pengusaha, dan 6 bulan melalui JKP. "Prinsipnya ini untuk
              memastikan bahwa pesangon betul-betul menjadi hak dan dapat diterima pekerja atau buruh,"
              ujarnya.

              Soal  pengupahan,  RPP  tetap  mengatur  adanya UMK  yang penetapannya  berdasarkan  syarat
              tertentu,  yaitu  mempertimbangkan  pertumbuhan  ekonomi  dan  inflasi  di  daerah  yang

                                                           10
   6   7   8   9   10   11   12   13   14   15   16