Page 4 - e-KLIPING KETENAGAKERJAAN 19 NOVEMBER 2020
P. 4
Undang-Undang Cipta Kerja atau Omnibus Law juga mengatur tentang adanya sanksi bagi pihak-
pihak yang melanggar aturan tersebut. Undang-Undang No. 11 Tahun 2020 ini menitikberatkan
pada pengenaan sanksi administratif (ultimum remedium).
Ketentuan sanksi administratif ini dapat berupa peringatan tertulis, penghentian sementara
kegiatan, penutupan lokasi, pencabutan izin usaha, pembatalan izin usaha, hingga denda
administratif.
Misalnya saja untuk perizinan berusaha terkait pemanfaatan laut. Dalam pasal 16 ayat 2
disebutkan bahwa setiap orang yang melakukan pemanfaatan ruang dari perairan pesisir wajib
memenuhi perizinan berusaha terkait pemanfaatan di laut dari Pemerintah Pusat, jika pengusaha
tidak merealisasikan kegiatan dalam waktu paling lambat dua tahun sejak perizinan tersebut
diterbitkan, maka akan dikenai sanksi administratif berupa pencabutan izin usaha.
Terkait lingkungan hidup, Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Siti Nurbaya Bakar
mengatakan, dalam Omnibus Law ini masyarakat tidak akan mudah dikriminalisasi ketika
melakukan pelanggaran baik disengaja maupun tidak disengaja.
Siti menilai, penindakan hukum terhadap masyarakat sekitar hutan yang masuk ke kawasan
hutan sebelumnya sangat kejam. "Kalau sekarang dikenakan sanksi administratif, jadi bukan
pidana. Undang-Undang ini jelas menunjukkan keberpihakannya kepada masyarakat, yaitu
mengedepankan restorative justice, bukan langsung main pidana," tuturnya.
Dalam UU Cipta Kerja, pengenaan sanksi dilakukan secara proporsional. Undang-undang ini
memberikan batasan yang jelas antara sanksi pidana dengan administratif. Penyelesaian konflik
dilakukan melalui jalur kekeluargaan, negosiasi, mediasi, perdata atau hukum administratif.
Sementara hukum pidana dipakai sebagai jalan terakhir, kecuali untuk pelanggaran yang
berdampak negatif bagi keselamatan, keamanan dan lingkungan. Untuk menghindari tumpang
tindih kewenangan dengan kepolisian, pengaturan pejabat penyidik pegawai negeri sipil (PPNS)
dikeluarkan dari UU Cipta Kerja.
Lebih lanjut, Siti menjelaskan, tindakan sanksi administratif atau pidana yang diberikan kepada
korporasi pelanggar ketentuan lingkungan hidup tidak menghilangkan kewajiban pemulihan
kerusakan lingkungan atau penggantian atas kerugian harta benda atau kerusakan barang akibat
kegiatannya.
Dari pengalaman beberapa tahun terakhir, Siti melihat pengenaan sanksi administratif lebih
efektif karena diterbitkan tanpa proses persidangan yang perlu waktu sangat panjang. Adapun
ketentuan mengenai sanksi administratif ini akan diaturan dalam Peraturan Pemerintah (PP).
Mengenai ketenagakerjaan, Menteri Ketenagakerjaan, Ida Fauziah membantah anggapan bahwa
sanksi pidana dihapuskan. "Karena ketentuan sanksi pidana semuanya dikembalikan sesuai
ketentuan UU No. 13 tahun 2003," paparnya.
Dalam UU No.13 Tahun 2003 atau UU Ketenagakerjaan, pengenaan sanksi pidana diatur dalam
pasal 183-pasal 189. Pelanggar ketentuan dalam undang-undang tersebut akan dikenakan sanksi
pidana penjara paling singkat 2 tahun dan paling lama lima tahun serta denda Rp 5 juta-Rp 500
juta. Sanksi pidana penjara, kurungan, atau denda tidak menghilangkan kewajiban pengusaha
membayar hak-hak dan ganti rugi kepada tenaga kerja.
Sisi positif
Pada catatan kritis UU No.ll Tahun 2020 yang diterbitkan Fakultas Hukum Universitas Gadjah
Mada (UGM), ketentuan sanksi administrasi dan sanksi pidana pada UU Cipta Kerja dinilai
tumpang tindih dan bertentangan satu sama lain. Di satu sisi, undang-undang ini tegas mengatur
3