Page 5 - e-KLIPING KETENAGAKERJAAN 19 NOVEMBER 2020
P. 5
bahwa pelanggar akan dikenai sanksi administrasi. Sementara pada ketentuan pidana
menyatakan pelanggar diancam pidana penjara dan denda secara kumulatif.
Di samping itu, para ahli hukum UGM menilai dampak perbuatan pelanggaran tidak sebanding
dengan pidana yang diancamkan.
Pakar hukum Universitas Padjadjaran, Romli Atmasasmita mengatakan, filosofi UU Cipta Kerja
ini merupakan tindakan pencegahan. Untuk itu, sanksi administratif memang seharusnya
diutamakan ketimbang sanksi hukum. Adapun sanksi hukum tetap diterapkan ketika sanksi
administratif tidak dipatuhi. "Sanksi hukum pun lebih banyak kepada pengusaha, bukan pekerja
atau masyarakat," tuturnya.
Dengan mengedepankan sanksi administratif, maka pemerintah bisa meminimalisir dampak
kerugian yang nantinya akan turut ditanggung oleh pekerja. Misalnya, jika pengusaha melanggar
ketentuan dalam UU Cipta Kerja lalu langsung dijatuhi hukuman pidana atau denda, maka
dampak pada proses usaha akan besar, seperti penghentian produksi hingga penutupan pabrik
yang pada akhirnya membuka risiko PHK. Padahal, kebutuhan lapangan kerja di dalam negeri
masih cukup tinggi.
Sementara pada sanksi administratif, pengusaha akan diberi peringatan terlebih dahulu jika
melakukan pelanggaran. Jika patuh pada sanksi administratif, perusahaan bisa terhindar dari
hukuman pidana.
UU Cipta Kerja menurut Romli menjadi solusi untuk memperluas lapangan kerja yang selama
berpuluh-puluh tahun terhambat oleh sistem birokrasi yang saling tumpang tindih dan tidak
harmonis.
Dengan UU ini, proses perizinan berusaha lebih mudah lantaran dilakukan secara elektronik
melalui Online Single Submission (OSS). Kepala daerah yang tidak memberikan pelayanan
perizinan berusaha dan penggunaan OSS dapat dikenai sanksi administratif, yakni teguran
tertulis kepada gubernur oleh Menteri dan kepada bupati atau wali kota oleh gubernur sebagai
wakil Pemerintah Pusat.
Wuwun Nafsiah, Yusuf Iman Santoso
4