Page 268 - e-KLIPING KETENAGAKERJAAN 21 SEPTEMBER 2020
P. 268

Ia menilai pemerintah tidak siap merumuskan konsepsi dasar tata kelola pendidikan nasional
              dalam RUU Cipta Kerja.


              FRAKSI PKS: PEMERINTAH HARUS CABUT KLASTER PENDIDIKAN DARI OMNIBUS
              LAW CIPTA KERJA

              Laporan Wartawan Tribunnews.com, Chaerul Umam  , JAKARTA -  Anggota Panitia Kerja (Panja),
              Badan  Legislasi  DPR  RI,  Mulyanto,  minta  pemerintah  mencabut  klaster  pendidikan  dalam
              Omnibus Law RUU Cipta Kerja.

              Ia menilai pemerintah tidak siap merumuskan konsepsi dasar tata kelola pendidikan nasional
              dalam RUU Cipta Kerja.

              "Dalam  draf  yang  ada  masih  muncul  semangat  liberalisasi  pendidikan,  yang  menjadikan
              pendidikan sebagai barang dagang komersil industri jasa, yang longgar bagi lembaga pendidikan
              asing," kata Mulyanto kepada wartawan, Jumat (18/9/2020).

              Fraksi PKS menilai pemerintah terkesan memaksakan pembahasan pasal-pasal terkait dengan
              pendidikan dalam RUU Cipta Kerja.

              "Padahal sebenarnya, masalah ini tidak terkait langsung dengan upaya membangun kemudahan
              berusaha, iklim investasi yang kondusif serta penciptaan lapangan kerja, yang menjadi inti dari
              RUU Omnibus Law  Cipta Kerja," ucapnya.

              Mulyanto menjelaskan, hingga saat ini DPR dan pemerintah sudah 2 kali membahas RUU Cipta
              Kerja terkait klaster pendidikan.

              "Meski sudah beberapa kali diskor untuk lobi-lobi, namun pemerintah tetap belum siap dengan
              rumusan baru yang bisa diterima. Pemerintah masih ingin mencabut sifat nirlaba kelembagaan
              pendidikan serta membuka liberalisasi pendidikan asing," katanya.
              Alasannya, lanjut Mulyanto, ketimbang membiarkan mahasiswa Indonesia pergi belajar ke luar
              negeri dan menguras devisa, lebih baik lembaga pendidikan asing yang diundang beroperasi di
              sini.

              Dengan demikian pemerintah akan mendapat pemasukan dari pajak lembaga pendidikan asing
              itu. Selain itu biaya hidup mahasiswa Indonesia tetap dikeluarkan di negeri sendiri.

              Pemerintah juga beralasan, liberalisasi pendidikan ini perlu dilakukan karena ada desakan WTO.

              "Kalau soal WTO, Panja RUU Cipta Kerja sudah 2 kali menghadirkan Duta Besar WTO. Panja
              sudah minta penjelasan langsung terkait aturan liberalisasi ini. Dan faktanya, menurut mereka
              tidak ada sanksi yang jelas dari WTO terkait soal liberalisasi pendidikan ini. Berbeda dengan
              masalah pangan, yang jelas aturan dan sanksinya, termasuk adanya potensi penuntutan dari
              negara-negara  tertentu  yang  merasa  dirugikan,"  ujarnya    Wakil  Ketua    Fraksi  PKS    DPR  itu
              menambahkan,  alasan  pemerintah  untuk  meliberalisasi  lembaga  pendidikan  kurang  bisa
              diterima.

              Menurutnya, liberalisasi lembaga pendidikan belum tentu menjamin peningkatan pendapatan
              negara.

              "Yang ada justru menjadi ancaman bagi ideologi dan budaya bangsa Indonesia," ucapnya.

              Mulyanto menegaskan, PKS menolak logika dasar liberalisasi lembaga pendidikan yang diatur
              dalam RUU Cipta Kerja itu.

                                                           267
   263   264   265   266   267   268   269   270   271   272   273