Page 35 - e-KLIPING KETENAGAKERJAAN 21 SEPTEMBER 2020
P. 35
Adapun, dia melihat setidaknya terdapat dua masalah terkait dengan penentuan upah minimum
2021. Pertama, fokus pemerintah terhadap perlindungan pekerja tidak diimbangi dengan
intensitas perhatian yang sama terhadap masalah suplai dan permintaan.
Kedua, sejak UU No. 13/2003 tentang Ketenagakerjaan disahkan, kualitas penyerapan tenaga
kerja menyusut secara proporsional. Dengan kata lain, antara tenaga kerja yang diserap dan
jumlah angkatan makin tidak seimbang. “Jadi, sebenarnya sudah tidak inline lagi antara kenaikan
upah minimum dengan kondisi riil saat ini,” ujar Hariyadi.
Sebaliknya, Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia Said Iqbal berkeras pertumbuhan
ekonomi minus tidak bisa dijadikan alasan pemerintah untuk tidak menaikkan upah minimum
pada 2021.Pasalnya, pada 1999 pemerintah tetap bisa menaikkan upah minimum sebesar
16,6%, meskipun pertumbuhan ekonomi minus 17,49%, dengan tujuan menjaga konsumsi
masyarakat. “Jadi bukan hal yang baru, ketika ekonomi minus, upah tetap dinaikkan,” kata Said.
Menurut perhitungan idealnya, kenaikan upah pekerja 2021 sekurang-kurangnya 8% akan efektif
merangsang daya beli masyarakat sehingga proses pemulihan ekonomi berlangsung lancar.
Sementara itu, usulnya, perusahaan di industri tertentu yang terpukul akibat resesi dan
pandemi—seperti perhotelan, maskapai penerbangan, restoran, dan sebagian industri padat
karya domestik—dapat mengajukan penangguhan upah minimum sebagaimana diatur UU
Ketenagakerjaan. Namun, hal tersebut mesti disertai dengan persetujuan dari serikat pekerja
dan dibuktikan dengan laporan keuangan yang menyatakan perusahaan benar-benar rugi.
Dihubungi secara terpisah, Wakil Ketua Umum Dewan Pengupahan Unsur Pengusaha Bob Azam
menilai kondisi yang melatarbelakangi kenaikan upah minimum 1999 tidak sama dengan 2021.
Menurutnya, kenaikan upah minimum saat itu masih dimungkinkan meskipun daya beli
masyarakat turun. Pasalnya, penurunan daya beli tersebut diiringi dengan stagflasi alias inflasi
yang sangat tinggi secara berkepanjangan.
Saat ini, lanjutnya, negara belum mengalami stagflasi melainkan deflasi serta pertumbuhan
ekonomi yang rendah. Dia menilai pandemi menciptakan kondisi abnormal dan memaksa
pengusaha lebih fokus mencegah meluasnya pemutusan hubungan kerja (PHK).
Dengan demikian, Bob menyarankan agar persoalan upah 2021 diserahkan secara bipartit agar
sesuai dengan kondisi di perusahaan masing-masing. “Hampir semua negara menahan kenaikan
upah minimumnya dalam situasi ekonomi seperti ini, contohnya Vietnam. Kita jangan sampai
jadi aneh sendirian. Apalagi, sekarang mau pilkada, jangan sampai juga jadi alat politik.”
Bob menambahkan upah minimum 2021 tidak perlu dipatok tinggi. Justru, upah riil serta insentif
bagi pekerja dinilai lebih penting untuk diperhatikan dan dibahas secara bipartit di tengah situasi
seperti saat ini.
MODERAT
Sementara itu, Sekretaris Jenderal Organisasi Pekerja Seluruh Indonesia Timboel Siregar
berpendapat upah minimum 2021 tetap perlu dinaikkan secara moderat demi menjaga proses
pemulihan ekonomi. Perhitungan idealnya yakni antara 1,5%—2%. “Menurut saya, upah
minimum harus tetap dinaikkan demi menjaga pemulihan daya konsumsi yang berkontribusi
50%—60% pertumbuhan ekonomi. Namun, kenaikannya bisa di kisaran 1,5%—2%,” ujar
Timboel.
Lebih lanjut, dia mendesak agar penetapan upah minimum tidak terhambat oleh sikap saling
berkeras antara pekerja dan pengusaha. Pemerintah pun harus bisa lebih inovatif dalam
menetapkan upah minimum, terutama menyikapi situasi abnormal akibat pandemi.
34