Page 102 - e-KLIPING KETENAGAKERJAAN 24 JUNI 2021
P. 102
Hal itu dikarenakan penutupan perusahaan Badan Usaha Milik Negara (BUMN) harus melalui
mekanisme dikeluarkannya Peraturan Pemerintah (PP). Hingga saat ini, tekannya, belum ada PP
yang menyatakan bahwa MNA akan ditutup.
Dia lantas menjabarkan secara garis besar, permasalahan yang kini dihadapi Merpati terbagi atas
3 hal. Pertama, Permasalahan indikasi penyimpangan bantuan pemerintah dalam bentuk
Program Restrukturisasi dan Revitalisasi Perusahaan, sejak 2008. Setiap pemerintah memberikan
bantuan, BUMN penerbangan ini tidak pernah keluar dari krisis dan tidak ada audit terhadap
hasil bantuan/ Alhasil meski terus diberi bantuan oleh pemerintah tetapi kondisinya semakin
terpuruk.
"Kedua adalah permasalahan penyalahgunaan wewenang. Hal ini terlihat dari hasil Laporan
Panitia Kerja Merpati Nusantara Airlines Komisi VI DPR RI pada 2014.Hasil berupa Laporan
Panitia Kerja, yang isinya menunjukkan banyaknya kesalahan penggunaan wewenang oleh
Direksi dan lainnya," katanya, Rabu (23/6/2021).
Terakhir, tekannya adalah terkait dengan permasalahan hukum ketenagakerjaan, sebagai akibat
dari Program Restrukturisasi pada 2016 dan menjadi program Pemutusan Hubungan Kerja (PHK)
seluruh pegawai yang dipaksakan.
Apabila menengok ke belakang, 'sakit'nya Merpati telah dimulai sejak 2008. Pemerintah lantas
menunjuk PT. Perusahaan Pengelola Aset (PPA) sebuah BUMN yang awalnya hanya bertugas
untuk mengelola aset BPPN, kemudian ditambah perannya untuk melakukan
Restrukturisasi/Revitalisasi BUMN.
Sebagai pasien PPA, skenario penyelamatan Merpati meliputi penggantian Direksi dan pinjaman
dana Rp300 miliar dari PPA, dengan 2 program utama.
Pertama, melakukan PHK kepada 1300 karyawan dengan alasan karyawan terlalu banyak, tidak
seimbang dengan jumlah alat produksi.
Kedua, Pindah Kantor Pusat ke Makassar, dengan alasan mendekati pasar Indonesia Timur.
Merpati nyatanya tidak menjadi lebih baik, malahan hampir seluruh aset Merpati telah menjadi
agunan ke PPA termasuk Merpati Maintenance Facility (MMF) dan Merpati Training Center (MTC)
untuk mengcover utang Merpati ke PPA, pegawai Merpati yang potensial keluar dari Merpati dan
membesarkan pesaing atau maskapai lain.
MNA menjadi bertambah terpuruk yang berujung dengan menjual aset produktifnya yaitu
Gedung Kantor Pusatnya di jalan Angkasa ke BASARNAS karena aset lain tidak bisa dijual (dalam
agunan PPA), itu terpaksa dilakukan hanya untuk menambah cash flow modal kerja yang sudah
menipis.
Pad 2014, Komisi VI DPR RI, telah membentuk Panitia Kerja (Panja) Merpati Nusantara dan telah
merekomendasikan kepada Pemerintah terkait solusinya.
Adapun dalam kesimpulan pertama, halaman dari Laporan Panitia Kerja menyebutkan adanya
permasalahan di dalam tubuh PT Merpati Nusantara Airlines (Persero) yang berlarut-larut dan
merugikan keuangan negara, diakibatkan oleh human error, berupa KKN, salah kelola (pada level
manajemen/direksi dan komisaris), dan salah kebijakan (lemahnya pembinaan dan pengawasan
oleh Kuasa Pemegang Saham/ Kementerian BUMN).
Dampak kondisi Merpati membuat karyawan mulai tidak digaji sejak Desember 2013 dan
manajemen menyatakan berhenti beroperasi pada Februari 2014.
101

