Page 19 - e-KLIPING KETENAGAKERJAAN 24 JUNI 2021
P. 19
pesangon akan dinikmati di masa pensiun, maupun untuk melanjutkan keberlangsungan hidup
keluarganya.
Tidak dibayarnya uang pesangon tersebut tentunya menjadi masalah di setiap keluarga pegawai,
mulai dari adanya perceraian, anak sakit, putus sekolah, alih kerja menjadi supir ojol, tukang
bangunan, dll. Bahkan setiap minggu kami mendengar kabar kematian rekan kami sesama eks
pegawai MNA," paparnya.
Capt. M. Masykoer menambahkan, dalam Surat Terbuka Kepada Presiden, PPEM juga
menyampaikan apabila MNA akhirnya harus ditutup atau dilikuidasi oleh negara, maka seluruh
ex Karyawan Merpati juga tidak memiliki daya dan kuasa untuk mencegahnya.
Namun, hendaknya MNA sebagai Badan Usaha Milik Negara (BUMN) tidak lalai dalam
kewajibannya memenuhi hak-hak ex. pegawainya. "Janganlah kami diperlakukan seperti kata
pepatah 'Habis manis, Sepah dibuang! Kami memohon dengan sangat, perhatian serta
pertolongan Bapak Presiden untuk membantu dapat segera dibayarkannya hak pesangon,
begitupun hak Pensiun kami yang sampai saat ini tidak ada kepastiannya," ujarnya.
Sebelumnya, seluruh unsur pegawai termasuk pilot telah melakukan berbagai upaya untuk
menuntut hak-hak normatif tersebut. Sejak tidak menerima gaji mulai Desember 2013, telah
melakukan demo hingga akhirnya pada tahun 2016, Pemerintah melalui PT. Perusahaan
Pengelola Aset (PPA) menetapkan Program Restrukturisasi Karyawan berupa PHK masai, dengan
pembayaran pesangon dicicil dalam 2 tahap.
Sebenarnya Peraturan Ketenagakerjaan tidak membolehkan Pesangon dicicil, tetapi pada
kenyataannya dengan berbagai cara dan tanpa dipahami oleh pegawai telah terjadi pembayaran
Pesangon yang dicicil dalam 2Tahap, dimana cicilan pesangon Tahap-I dibayarkan sebesar 50%,
sementara cicilan pesangon Tahap-II diterbitkan menjadi Surat Pengakuan Utang (SPU)
dijanjikan akan dilunasi pada Desember 2018.
Janji pembayaran cicilan Pesangon Tahap-II tidak pernah terjadi, malah tanpa dipahami oleh
pegawai, salah satu kreditur MNA, PT. Parewa Catering mengajukan PK-PU terhadap MNA, dan
proses PKPU bergulir di Pengadilan Niaga Surabaya, bulan Nopember 2018 keluarlah keputusan
damai bahwa Homologasi diterima, dan segala yang berbentuk Utang termasuk Surat Pengakuan
Utang (SPU) pegawai menjadi masuk kedalam homologasi yang diharapkan akan bergulir atau
mulai ada kepastian pembayaran ditandai dengan terbitnya ijin terbang MNA (AOC).
Masalahnya, proses homologasi sampai saat ini menjadi tidak jelas penyelesaiannya karena
investor MNA pendukung PKPU masuk penjara karena kasus penipuan, dan Ijin Terbang (AOC)
tidak pernah terbit, selama Ijin Terbang tidak terbit, maka eksekusi keputusan Pengadilan Niaga
Surabaya tidak akan pernah bisa dilaksanakan, sehingga cicilan pesangon Tahap-II menjadi tidak
jelas kapan dibayarkan.
Keresahan serupajuga diungkapkan Pilot Eks MNA, Eddy Sarwono. Penerbang yang telah
mengabdikan diri selama 35 tahun di MNA ini berpendapat, pesangon dan pensiun adalah hak
yang harus dibayarkan oleh perusahaan dan dilindungi oleh undang-undang. Pemerintah juga
harus mengingat jasa-jasa dan prestasi yang telah ditorehkan oleh MNA sebagai maskapai
perintis di masa-masa kejayaannya sesuai dengan slogannya sebagai "Jembatan Udara
Nusantara Para eks karyawan tidak mengharapkan tanda jasa, kami hanya memohon perhatian
dari pemerintah.
Mengingat misi tugas MNA sebagai Jembatan Udara Nusantara yang merintis membuka daerah-
daerah terpencil di Indonesia. MNA bukanlah BUMN yang hanya berorientasi pada profit semata,
kami hanya ingin kejelasan tentang hak-hak kami sebagai eks karyawan untuk menunjang hidup
di masa tua kami," kata Eddy.
18