Page 191 - e-KLIPING KETENAGAKERJAAN 24 JUNI 2021
P. 191

Ketua  Paguyuban  Pilot  Eks-Merpati,  Anthony  Ajawaila  mengatakan,  penuntutan  hak-hak  ini
              berawal  dari  adanya  keputusan  Kementerian  BUMN  yang  berencana  menutup  operasional
              Merpati pada Mei tahun 2021 lalu.

              "Apabila Merpati ditutup, bagaimana hak-hak normatif dari 1.233 karyawan yang ada Inilah yang
              mendorong kami berada di garda terdepan," kata Anthony dalam Pembacaan Surat Terbuka
              Kepada Presiden secara virtual, Rabu (23/6/2021).

              Anthony  menjelaskan,  Merpati  mulai  berhenti  beroperasi  pada  1  Februari  2014  dan
              menyebabkan adanya penundaan hak-hak normatif kepada 1.233 karyawan.

              Kemudian  pada  22  Februari  2015,  perseroan  mengeluarkan  Surat  Pengakuan  Utang  (SPU),
              dengan memberikan sebagian hak, yakni sebesar 30 persen. Janjinya, hak akan rampung pada
              Desember tahun 2018.

              Namun pada kenyataannya, SPU berubah menjadi Penundaan Kewajiban Penyelesaian Utang
              (PKPU) pada 14 November 2018 di Pengadilan Niaga Surabaya, dengan syarat Merpati harus
              beroperasi untuk menyelesaikan hak-hak karyawannya.

              Alhasil, belum ada kejelasan kapan pesangon dan dana pensiun akan dibayar perusahaan.

              "Hak  pensiun  tidak  ada  kepastian  karena  lembaga  Dana  Pensiun  Merpati  Nusantara  Airlines
              dibubarkan oleh Direktur Utama Merpati pada 22 Januari 2015," jelas Anthony.

              Anthony  mengakui,  pihaknya  sudah  kesekian  kali  mengadukan  nasib  kepada  yang
              berkepentingan. Kendati sampai hari ini, belum ada penjelasan apapun.

              "Paguyuban juga telah bersurat kepada Dirut Merpati untuk bertemu dan melakukan dialog.
              Namun sampai sekarang belum ada jawaban. Utk itu paling tidak kami sudah berusaha bahwa
              kami tidak tinggal diam," pungkas Anthony.

              Mengutip  Surat  Terbuka  yang  disampaikan  kepada  Presiden,  PPEM  meminta  pertolongan
              Presiden untuk membantu menyelesaikan masalah, mengingat Merpati pernah menjadi agen
              pembangunan membuka akses udara ke daerah terpencil.

              Asal tahu saja, Merpati beroperasi pada tahun 1962 dan melayani rute penerbangan ke daerah-
              daerah  terpencil  di  Indonesia,  seperti  Kalimantan,  Papua,  Nusa  Tenggara,  Maluku  dan
              sekitarnya.

              Di antara mereka pun, banyak pilot yang telah gugur dalam tugas. Lebih lanjut PPEM mengaku
              tak  punya kuasa  jika Merpati  harus  ditutup  dan  dilikuidasi  negara.  Namun  mereka  tak  ingin
              seperti kata pepatah habis manis sepah dibuang.

              Adapun hardcopy Surat Terbuka ini sudah dikirim pada tanggal 17 Juni 2021 dan telah mendapat
              tanda terima.

              Selain kepada Presiden, PPEM mengirim surat kepada Wakil Presiden serta K/L terkait, seperti
              Menteri BUMN, Menteri Keuangan, Menteri Tenaga Kerja, Menteri Perhubungan, Ketua Komnas
              HAM, Ketua DPR Komisi VI, dan Ketua Ombudsman RI.











                                                           190
   186   187   188   189   190   191   192   193   194   195   196