Page 224 - e-KLIPING KETENAGAKERJAAN 20 NOVEMBER 2020
P. 224
memaparkan keunggulan pasar tenaga kerja fleksibel adalah para pencari kerja memiliki
keleluasaan untuk memilih pekerjaan yang upahnya sesuai dengan kebutuhan mereka.
Sementara pemberi kerja juga bebas memilih pekerja yang sedang dibutuhkan. Dengan
demikian, kedua pihak akan saling mengisi kebutuhannya satu sama lain.
Di atas kertas, pemberi kerja akan lebih leluasa memberhentikan dan merekrut tenaga kerja
baru, sedangkan pencari kerja pun tidak akan bingung karena akan selalu ada pemberi kerja
yang membutuhkan dan menawarkan pendapatan yang lebih baik.
Padahal Indonesia memiliki kelebihan populasi yang tidak terserap ke dalam lapangan kerja.
Alih-alih mendapat kebebasan memilik pekerjaan sesuai kehendaknya, para pengangguran ini
justru difungsikan oleh pasar tenaga kerja sebagai bagian dari populasi yang dapat menekan
kenaikan upah.
Pengangguran sangat butuh pekerjaan, bahkan tidak sedikit yang rela bekerja di posisi yang
tidak sesuai dengan tingkat pendidikannya. Sehingga asumsi para pekerja kontrak, alihdaya, dan
pencari kerja dapat berganti-ganti pekerjaan jadi terbantahkan.
Meminjam pembagian kategori yang dilakukan oleh Muhtar Habibi dalam bukunya Surplus
Pekerja di Kapitalisme Pinggiran, para pekerja ini masuk ke dalam kategori mengambang (
floating) yang berarti mereka dapat direkrut sewaktu-waktu jika dibutuhkan, tapi dapat
disingkirkan begitu saja ketika tidak dibutuhkan.
Dengan disahkannya Undang-Undang Cipta kerja, nasib para pekerja dan pencari kerja ini
semakin terombang-ambing. Misalnya dalam ketentuan soal Perjanjian Kerja Waktu Tertentu
(PKWT). Dalam Undang-Undang 13 tahun 2003 tentang ketenagakerjaan, PKWT awalnya
dibatasi jangka waktunya selama 2 tahun dan hanya boleh diperpanjang satu kali untuk jangka
waktu paling lama 1 tahun. Sementara dalam UU Cipta Kerja pasal tersebut dirubah dan jangka
waktu perjanjian kerja diatur dalam Peraturan Pemerintah.
Permasalahan lainnya, UU Cipta Kerja menghapus pasal 65 UU 13/2003 yang melarang kegiatan
yang berkaitan langsung dengan proses produksi dikerjakan oleh pekerja dari perusahaan alih
daya. Sehingga bukan tidak mungkin pabrik-pabrik nantinya akan menggunakan jasa para
pekerja kerah biru ini dengan sistem outsourcing yang secara hitung-hitungan finansial lebih
murah dibandingkan mempekerjakan dengan status kontrak.
Legitimasi bagi Sistem Kontrak dan Outsourcing Dalam kertas posisi berjudul Fleksibilitas Pasar
Kerja dan Tanggung Jawab Negara ( PDF ), Hari Nugroho dan Indrasari Tjandraningsih
menyatakan jika konsep keamanan lapangan kerja ( Employment Security ) lebih diutamakan
dibanding keamanan kerja ( Job Security ). Ini karena adanya asumsi bahwa berpindahnya
pekerja dalam waktu yang singkat akan terus membuka peluang kesempatan kerja bagi para
pencari kerja lainnya.
Asumsi dari fleksibilitas pasar kerja pada akhirnya menjadi legitimasi bagi sistem kontrak atau
Perjanjian Kerja Waktu Tertentu (PKWT) dan outsourcing.
Sayangnya, fleksibilitas pasar tenaga kerja yang juga meliputi fleksibilitas penentuan upah tidak
seindah di atas kertas. Sepanjang periode pertama kepemimpinan Jokowi, secara statistik
penurunan jumlah pengangguran terbuka belum begitu signifikan. Dalam laporan keadaaan
223