Page 487 - e-KLIPING KETENAGAKERJAAN 5 OKTOBER 2020
P. 487
"Selisih ini kami sudah koordinasi dengan Kementerian Keuangan, kami akan lakukan revisi DIPA
(Daftar Isian Pelaksana Anggaran) di Kemenaker akan dikembalikan ke Kemenkeu kemudian
karena ada banyak permintaan guru honorer di Kemendikbud maupun Kementerian Agama yang
berharap dapat manfaat subsidi upah maka kami rekomendasikan dapat program yang sama
melalui kementerian terkait," kata Ida .
Pernyataan Ida tersebut dikemukakan saat konferensi pers bersama dengan Wakil Ketua KPK
Nurul Ghufron, Deputi Pencegahan KPK Pahala Nainggolan dan Direktur Utama BPJS
Ketenagakerjaan Agus Susanto mengenai tindak lanjut rekomendasi KPK terhadap program
subsidi upah di Jakarta, Jumat Menurut Ida, awalnya anggaran yang dialokasikan untuk
penerima subsidi upah adalah untuk 15,72 juta pekerja dengan total anggaran Rp37,74 triliun.
Namun berdasarkan data yang sudah divalidasi BPJS Ketenagakerjaan hingga 30 September
2020, hanya ada 12,4 juta pekerja yang layak untuk mendapatkan subsidi upah sehingga
terdapat selisih anggaran di situ.
"Jika diketahui rekening yang tidak aktif lagi dan tidak bisa disalurkan ke penerima program kami
ikut saran KPK dan sudah seharusnya kami kembalikan sisa anggaran ke kas negara," tambah
Ida.
Pemberian subsidi upah ini menurut Ida, juga membuka kesempatan para guru honorer menjadi
anggota BPJS Ketenagakerjaan. "Saya kira ini , pada prinsipnya kami berharap semakin banyak
manfaat bisa dirasakan masyarakat yang terdampak COVID-19," ungkap Ida.
Namun hingga saat ini, menurut Ida, BPJS Ketenagakerjaan masih melakukan validasi data.
"Begitu kami pastikan rekening itu benar-benar tidak aktif selanjutnya kami kembalikan ke kas
negara, tentu masih ada kesempatan ke Pak Agus (Dirut BPJS Ketenagakerjaan) untuk
menyerahkan data rekeningnya melakukan verifikasi data," ungkap Ida.
Direktur Utama BPJS Ketenagakerjaan Agus Susanto mengatakan para pemberi kerja masih ada
yang belum memberikan nomor rekening para pekerjanya, tercatat 900 ribu pekerja belum
menyerahkan rekening.
"Kami mendapat data 15,7 juta data pekerja, dari situ kami lakukan pengumpulan rekening para
peserta dan hingga akhir september jumlah rekening yang masuk ke Jamsostek adalah 14,8 juta,
masih ada 900 ribu yang belum mengirimkan rekening antara lain karena kondisi geografis
berada di daerah terpencil," kata Agus.
Ketiadaan rekening itu menyulitkan koordinasi dan masih banyak juga pekerja yang menerima
upah tunai sehingga tidak memiliki rekening. Selanjutnya, BPJS Ketenagakerjaan menggunakan
3 lapisan validasi data.
"Dari 14,8 juta rekening yang masuk, kami lakukan validasi secara berlapis, ada 3 lapis yang
kami lakukan pertama validasi dengan perbankan tersebar di 128 bank untuk mencocokkan
apakah nomor rekening dan nama yang dikirim ke kami sesuai dengan terdaftar di bank, kalau
tidak valid kami kembalikan ke perusahaan," ungkap Agus.
Lapisan kedua adalah BPJS Ketenagakerjaan mengecek apakah para pekerja itu benar-benar
pekerja yang upahnya di bawah Rp5 juta dan merupakan anggota BPJS Ketenagakerjaan aktif
hingga Juni 2020.
"Bila tidak valid kita drop , setelah valid, kita lakukan validasi lapis 3," tambah Agus.
Validasi ke-3 adalah terkait ketunggalan data, artinya seorang pekerja memiliki 1 Nomor Induk
Kependudukan (NIK), 1 nomor kepesertaan BPJS Ketenagakerjaan dan 1 nomor rekening bank.
486