Page 83 - e-KLIPING KETENAGAKERJAAN 5 OKTOBER 2020
P. 83
MOGOK MASSAL SEBELUM PARIPURNA
Yotoanes Paskalis, yohanes.paskalis@tempo.co.id
Gabungan pekerja dari berbagai wilayah tetap merencanakan mogok kerja dan unjuk rasa besar-
besaran menjelang pengesahan Rancangan Undang-Undang Cipta Kerja. Presiden Konfederasi
Serikat Pekerja Indonesia (KSPI), Said Iqbal, mengklaim rencana yang dijadwalkan pada 6-8.
Oktober itu akan diikuti sekitar 2 juta buruh, bila ditotal dari semua anggota organisasi yang
terlibat. "Setidaknya 32 federasi dan konfederasi di Indonesia memutuskan akan melaksanakan
unjuk rasa serempak secara nasional," ujarnya, kemarin.
Menurut dia, mogok itu akan diikuti buruh dari 10 ribu perusahaan di berbagai' sektor industri,-
seperti tekstil, energi, kimia, manufaktur, otomotif, dan elektronik. Bila sesuai dengan rencana,
mereka akan berunjuk rasa di depan gedung pemerintah dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah
di 25 provinsi. Mereka memprotes berbagai poin dalam regulasi sapu jagat tersebut, khususnya
di kluster ketenagakerjaan, yang berpotensi memangkas hak pekerja.
Salah satu isi RUU Cipta Kerja yang ditolak gabungan buruh adalah pengurangan nilai pesangon
dari 32 bulan upah menjadi hanya 25 bulan. Rencananya, porsi 19 bulan dari pesangon itu
dibayar pengusaha dan sisanya oleh Badan Penyelenggara'. Jaminan Sosial Ketenagakerjaan.
Hal itu dianggap tak realistis. "Dari mana sumber dana BPJS?" ujar Iqbal.
Para pekerja juga menentang penghapusan regulasi upah minimum kabupaten/kota (UMK)
bersyarat dan upah minimum sektoral kabupaten/kota (UMSK) karena nilainya berbeda di setiap
daerah. Penolakan lainnya terkait dengan kesepakatan kontrak seumur hidup tanpa batas waktu
serta kesepakatan outsourcing pekerja seumur Hidup tanpa batas jenis pekerjaan. Kedua
substansi yang disebut Iqbal dalam itUU Cipta Kerja itu juga mengancam jaminan pensiun dan
kesehatan pekerja. Protes yang mereka gelar juga akan menyangkut waktu kerja yang dianggap
eksploitatif. Ketua Kongres Aliansi Serikat Buruh Indonesia, Nining Elitos, mengatakan mogok
dan demo menjadi jalan terakhir untuk menjegal pengesahan RUU yang terkesan terburu-buru
dan sepihak. "Harus melawan karena tidak ada iktikad baik pemerintah,"katanya.
Draf RUU Cipta Kerja vang diklaim pemerintah bisa menggenjot investasi itu diserahkan ke DPR
pada 12 Februari lalu. Pembahasan yang ditargetkan kelar dalam 100 hari tapi tak terpenuhi itu
terus berlanjut ke level panitia kerja hingga tim perumus Badan Legislasi DPR. Dari hasil rapat
yang rampung menjelang tengah malam Sabtu lalu, pemerintah dan Dewan sepakat
menyodorkan RUU Cipta Kerja ke sidang paripurna pada pekan ini. Sekretaris Jenderal
Konsorsium Pembaruan Agraria, Dewi Kartika, menilai pembahasan yang digelar cli tengah masa
pan-demi Covid-19 itu sebagai kejahatan konstitusi. Pemerintah dianggap membatasi ruang
gerak masyarakat dan acuh terhadap aspirasi buruh.
Sebaliknya, Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia, Hariyadi Su-kamdani, mengatakan
pekerja yang terlibat mogok kerja bisa diberi sanksi mangkir dari perusahaan. Rencana unjuk
rasa, menurut dia, sudah dilarang aparat karena alasan pembatasan gerak selama pandemi.
"Kalau mereka tidak masuk karena alasan yang tidak jelas, sanksinya adalah mangkir," ucapnya
kepada Tempo.
Kamar Dagang dan Industri Indonesia sempat menerbitkan surat edaran untuk mengimbau
serikat pekerja di berbagai perusahaan agar tak menggelar mogok. Imbauan serupa datang dari
Menteri Perindustrian Agus Gu-miwang Kartasasmita. "Berisiko menyebabkan penularan virus
yang dampaknya membahayakan keselamatan pekerja dan mempengaruhi produktivitas
industri," katanya. Sementara itu, Wakil Ketua Badan Legislasi DPR Achmad Baidowi tak
mempermasalahkan rencana protes massal tersebut. "Protes bagian dari demokrasi," ucapnya.
* AHMAD FAIZ | FAJAR PEBRIANTO | FRANCISCA CHRISTY ROSANA
82