Page 86 - e-KLIPING KETENAGAKERJAAN 5 OKTOBER 2020
P. 86
dengan situasi tersebut perlu disadari bahwa kondisi ini akan berpengaruh pada situasi keuangan
para pemberi kerja sehingga tuntutan mempertahankan remunerasi atau me-ningkatkan
remunerasi,bukan solusi saatini.
Stinson ett all (2008), menjelaskan bahwa remunerasi bagi pekerja adalah beban bagi pemberi
kerja (Jvccost). Dalam situasi perekonomian resesi yang berpotensi depresi, maka fokus utama
yang harus di -lakukan adalah menyelamat-, kan investasi itu sendiri. Ke-gagalan investasi untuk
mengantisipasi dampak resesi akan menyebabkan terus meningkatnya jumlah PHK.
Jika demikian halnya, pemerintah harus menyelamatkan kondisi keuangan (<cash flow) para
pemberi kerj a dengan memberi insentif yang dapat menciptakan "relaksasi" bagi kondisi
keuangan investor dalam kondisi resesi.
Jalan Tengah
Sebaliknya, dampak penurunan remunerasi bagi kondisi *parapekerja dalam situasi
perekonomian yang resesi juga tidak bisa dikesampingkan. Dasar filosofis dari remunerasi adalah
kebutuhan hidup layak (KHL). KHL akan sangat berkorelasi pada inflasi dan kondisi
perekonomian makro lainnya. Pada situasi resesi ekonomi seperti saat ini melakukan
penyesuaian (pengurangan) remunerasi untukparapekerja juga bukan hal bijaksana. Perubahan
tersebut justru dapat berpotensi menyebabkan konflik hubungan industrial antara investor
danpekerja.
Kondisi empiris yang saat ini perlu disadari pemerintah adalah protes daripara pekerja terkait
penyesuaian remunerasi melalui paket RUU Cipta Kerja sehingga menimbulkan agenda mogok
nasional. Seba -liknya, pemerintah juga perlu menyadari bahwa sebagian besar investor
mengalami tekanan keuangan, baik sebagai akibat dari pandemi Covid-19 yang berkepanjangan
maupun sebagai dampak dari resesi dan pertumbuhan ekonomi yang minus.
Perlu dipahami bahwa mo-' gok nasional jelas bukan solusi. Pemerintah melalui Lembaga Kerja
Sama (LKS) Tripartit sebagaimana diatur dalam Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor
4/2017 tentang Perubahan Kedua atas Peraturan Pemerintah Repu -blik Indonesia Nomor 8/2005
tentang Tata Kerja dan Susunan Organisasi Lembaga Kerja Sama Tripartit, perlu mengambil
inisiatif atas jalan tengah yang dapat diterima, baik oleh pekerja, SP/SB, mau -pun investor.
Mogoknasional justru akan membuat kondisi perekonomian semakin tertekan, arus investasi
baru akan melambat, dan bahkan akan menimbulkan banyak PHK baru. Seba -gaimana
diketahui, beberapa organisasi pengusaha, seperti Apindo maupun Kadin menerbitkan edaran
mengenai mogok kerja tidak sah. Dalam situasi tingginya angka PHK seperti saat ini, maka
menghindari potensi PHKadalah jalan terbaik karena penyelesaian sengketa hubungan industrial
melalui jalur formal, seperti melalui dinas tenaga kerja maupun melalui pengadilan hubungan
industrial akan tidak efektif.
Akar Masalah dan Solusi
Dalam hal ini LKS Tripartit harus mengambil peranan untuk memberi masukan pada pemerintah
guna menyikapi agenda mogok nasional tersebut. Jika dirunut dalam setahun terakhir
sebenarnya pernyataan mogok dan demons -trasi besar-besaran sudah se-ringkali dilontarkan
SP/SB. Terakhir kali padasaatmenjelang Hari Buruh 2020. Respons pe -merintah pada saat itu
adalah memilih menunda pembahas-anklaster ketenagakerjaan.
Jadi akar masalah dalamhal ini adalah klaster ketenagakerjaan pada RUU Cipta Kerja. Jika dirunut
pembahasannya, salah satu tujuan dibuatnya RUU Cipta Kerja adalah guna menarik
investor,baikdidalam maupun luar negeri. Saat ini dengan melihat kondisi perekonomian makro
global yang tidak lebih baik bahkan memburuk dalam lima tahun,ter-akhir, dan kondisi
85