Page 22 - KLIPING KETENAGAKERJAAN 27 DESEMBER 2021
P. 22

Masa  Pandemi  Covid-19,  yang  juga  memberikan  alternatif  sistem  hubungan  kerja  seperti
              merumahkan, shift, mengurangi hari kerja atau jam kerja dan bekerja dari rumah (work from
              home/WFH).

              Kepmenaker  ini  juga  mengamanatkan  PHK  adalah  tindakan  yang  terakhir,  ketika  sistem
              hubungan kerja alternatif sudah dilakukan, tetapi pengusaha tidak mampu lagi membayar biaya
              operasional dan upah pekerjanya.

              Maksud PHK tersebut harus didialogkan dengan pekerja, termasuk besaran dan pembayaran
              hak-hak pekerja akibat PHK secara musyawarah untuk mencapai mufakat atau kesepakatan.

              UU Ketenagakerjaan dan Kepmenaker No. 104 Tahun 2021 telah memberikan prosedur PHK dan
              perlindungan kepada pekerja/buruh sebagai pihak yang lemah ekonominya, berupa kewajiban
              pengusaha untuk membayar uang pesangon dan/atau uang penghargaan masa kerja dan uang
              penggantian  hak  yang  seharusnya  diterima  pekerja/  buruh.  Dalam  Pasal  156  ayat  (1)  UU
              Ketenagakerjaan, besarannya sesuai kesepakatan pekerja dengan pengusaha khusus di masa
              pandemi Covid-19.Ratio legis dari pemberian hak-hak pekerja akibat PHK ini adalah agar pekerja/
              buruh dapat memenuhi kebutuhan hidupnya juga keluarganya (safety net), ketika sudah tidak
              lagi memiliki sumber penghasilan karena PHK, setidaknya hingga memperoleh pekerjaan lain.

              Perlindungan kepada pekerja/buruh akan kepastian hukum pembayaran hak-hak pekerja/buruh
              akibat PHK ini telah ditingkatkan lagi oleh UU No. 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja (UU Cipta
              Kerja) pada Pasal 81 angka 44, dengan memasukkan pelanggaran kewajiban ketentuan Pasal
              156 ayat (1) UU Ketenagakerjaan ke dalam Pasal 185 ayat (1), yaitu pemberian sanksi pidana
              berupa pidana penjara paling singkat satu tahun dan paling lama empat tahun dan/atau denda
              paling sedikit Rp 100 juta dan paling banyak Rp 400 juta. Ayat (2) lebih lanjut ditegaskan, tindak
              pidana pada ayat (1) merupakan tindak pidana kejahatan.

              Sebelum berlakunya UU Cipta Kerja, permasalahan dalam praktik tentang pembayaran hak-hak
              pekerja/buruh akibat PHK belum memiliki kepastian hukum, meskipun sudah merupakan putusan
              Pengadilan Hubungan Industrial yang sudah berkekuatan hukum tetap. Hal ini disebabkan antara
              lain UU No. 2 Tahun 2004 tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial (UU PPHI)
              tidak mengatur tentang proses eksekusi putusan Pengadilan Hubungan Industrial secara khusus,
              yang  diberlakukan  adalah  hukum  perdata  yang  berlaku  pada  lingkungan  peradilan  umum
              sebagaimana ketentuan Pasal 57 UU PPHI.

              Pemberlakuan  hukum  acara  perdata  umum  dalam  proses  eksekusi  putusan  Pengadilan
              Hubungan Industrial jarang dilaksanakan dengan sukarela oleh pengusaha. Dalam hal eksekusi
              paksa dilakukan, ternyata berjalan lambat dan sulit dilaksanakan, mengingat pekerja sulit untuk
              memperoleh data tentang harta kekayaan perusahaan yang dapat dijadikan objek sita eksekusi.
              Belum  lagi  terbukanya  peluang  peninjauan  kembali  (PK)  bagi  pengusaha  sehingga
              memperpanjang proses menemukan keadilan.
              Dalam  proses  pembentukan  UU  Cipta  Kerja  (omnibus  law),  telah  banyak  kritik  terhadap
              pemerintah  yang  berencana  menghapus  sanksi  pidana  (bagi  pengusaha)  di  sektor
              ketenagakerjaan, antara lain dari Ketua Umum Konfederasi KASBI. Hal ini akan mengancam
              pemenuhan dan perlindungan buruh ke depan. Dalam saat ini saja, sanksi pidana tidak pernah
              ditegakkan. Apalagi, nanti ketika sanksi pidana dihapus, tidak akan ada efek jera bagi pihak yang
              melanggar aturan. Ternyata setelah UU Cipta Kerja diberlakukan ada beberapa ketentuan sanksi
              pidana yang dihapus dan/atau diganti menjadi sanksi administrasi.

              Tetapi, juga ada yang justru ditambah khususnya pelanggaran atas ketentuan Pasal 156 ayat
              (1) UU Ketenagakerjaan yang dirumuskan sebagai tindak pidana kejahatan dalam Pasal 185 ayat
              (2) UU Ketenagakerjaan.

                                                           21
   17   18   19   20   21   22   23   24   25   26   27