Page 234 - KLIPING KETENAGAKERJAAN 27 DESEMBER 2021
P. 234
Hal ini karena, ada Gubernur yang memanfaatkan isu upah minimum provinsi sebagai komoditas
politik demi meraup suara pada Pilpres 2024 mendatang. Direktur Eksekutif Kajian Politik
Nasional (KPN) Adib Miftahul, tidak heran jika belakangan aksi buruh marak terjadi.
Hal ini disebabkan karena adanya sikap Gubernur yang tidak gentle dalam menyikapi tuntutan
buruh. Alih-alih sebagai pendengar suara aspirasi buruh yang baik, Gubernur menghalalkan
segala cara hanya demi perolehan suara dari kaum buruh.
Menurutnya, kejadian di Banten merupakan efek domino dari mbalelonya Gubernur DKI Jakarta
soal penetapan upah buruh.
"Kita bisa melihat, pertama Anies menetapkan sesuai dengan keinginan buruh, lalu ditolak buruh
diserahkan kembali ke Pusat. Selanjutnya Anies menetapkan kenaikan 5,6% yang tidak sesuai
dengan Peraturan Pemerintah Nomor 36 Tahun 2021 tentang Pengupahan.," jelasnya, Nah
pertanyaannya, Pemprov itu kan kepanjangan tangan dari pemerintah pusat.
"kalo Anies menetapkan upah buruh tapi tak sesuai dengan peraturan Pusat, dia ngikutin siapa?,"
katanya, Sabtu (25/12).
Padahal, lanjut Adib, kelakuan Anies berpotensi menyebabkan terjadinya chaos di wilayah
provinsi lainnya. Sikap Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan kental dengan nuansa politis. Alih-
alih mengakomodir aspirasi buruh, hanya demi panen popularitas.
"Banten misalnya, kita tahu sikap Gubernur Banten Wahidin Halim yang menolak merevisi UMP
karena dia mengikuti aturan main dari Pemerintah Pusat. Dia pun sadar betul bahwa posisinya
tidak memungkinkan untuk melakukan revisi, karena berpotensi melanggar penetapan aturan
pemerintah pusat yang berujung pada perkara hukum," ujarnya.
Namun, lanjutnya, karena sikap Anies Baswedan yang memanfaatkan buruh ini demi popularitas,
maka dianggap langkah Gubernur Banten sebagai langkah yang tidak memihak kepentingan
buruh. (Poskota).
233