Page 24 - e-KLIPING KETENAGAKERJAAN 23 DESEMBER 2020
P. 24

turun akibat pandemi juga tecermin dari data BPS yang menunjukkan merosotnya persentase
              pekerja formal dari 44,12 persen (Agustus 2019) menjadi 39,53 persen (Agustus 2020).
              Bagaimana prospek ketenagakerjaan pada 2021? Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia
              (Apindo) Hariyadi B Sukamdani, Oktober lalu, telah memberikan sinyal, pengusaha masih akan
              meneruskan efisiensi agar bisa pulih dari krisis. Dia memperkirakan, jumlah pekerja formal di
              Indonesia berkurang 5-30 persen pada 2021.

              Situasi ini membuat ketimpangan antara pasokan dan penyerapan tenaga kerja akan kian lebar,
              terlebih setiap tahun ada tambahan angkatan kerja baru sebanyak 2,25 juta orang.

              Pandemi  Covid-19  sebenarnya  bukan  satu-satunya  faktor  yang  mengubah  peta  pasar
              ketenagakerjaan. Jauh sebelum pandemi Co-vid-19, peta ketenagakerjaan berubah perlahan,
              tetapi pasti, mengikuti gerak industri menuju era otomasi. Perubahan ini akan menghilangkan
              banyak pekerjaan sekaligus menawarkan pekerjaan baru.

              Forum Ekonomi Dunia memperkirakan, pada 2025 sekitar 85 juta pekerjaan akan digantikan
              mesin. Di sisi lain, akan muncul 95 juta pekerjaan baru. Proses berkurang dan bertambahnya
              permintaan pekerjaan tertentu mulai terlihat sejak 2-3 tahun yang lalu.

              Forum Ekonomi Dunia mencatat pada 2020, ada 20 jenis pekerjaan yang permintaannya di pasar
              kerja  meningkat,  terutama  terkait  teknologi  digital,  seperti  data  scientist/analyst,  spesialis
              kecerdasan buatan, spesialis big data, insinyur robotik, pengembang peranti lunak, dan analis
              keamanan informasi. Sementara itu, ada 20 jenis pekerjaan yang permintaannya di pasar kerja
              menurun, antara lain penginput data, sekretaris, teller bank, pekerja konstruksi, dan spesialis
              sumber daya manusia.

              Tuntutan dunia kerja juga semakin kompleks. Tenaga kerja pada era digital tak hanya dituntut
              memiliki kemampuan teknis, tetapi juga memiliki karakter, seperti fleksibel, tahan stres, berpikir
              kritis dan analitis, inovatif, kreatif, berpengaruh secara sosial, bekerja keras, rajin, mau belajar,
              serta pantang menyerah. Suka tidak suka, inilah tuntutan pasar kerja pada era digital yang mesti
              dipenuhi  oleh  para  pencari  kerja  dan  bahkan  mesti  dikejar  oleh  orang  yang  telah  memiliki
              pekerjaan agar tetap kompetitif.

              Namun,  era  digital  tidak  hanya  mengubah  pasar  ketenagakerjaan,  tetapi  juga  memberikan
              banyak  peluang  untuk  membuka  lapangan  pekerjaan  sendiri.  Selama  pandemi,  kita  melihat
              banyak orang mencetak uang dengan berjualan produk dan jasa melalui internet. Salah satunya
              dilakukan  Novia  Rah-ma  (22),  mahasiswa  Akuntansi  UGM.  Ketika  mahasiswa  berbondong-
              bondong  meninggalkan  indekos  selama  pandemi,  ia  dan  teman-temannya  membuat  usaha
              rintisan  Beresin  Kosmu  yang  menawarkan  jasa  pembersihan  kamar  indekos  yang  ditinggal
              penghuninya. Usaha rintisan itu menghasilkan uang Rp 3 juta sebulan.

              Jadi,  siapakah  yang  bisa  bersaing  pada  era  digital?  Tentu  saja  mereka  yang  memiliki
              kemampuan,  karakter  yang  sesuai  dengan  tuntutan  era  digital,  dan  mereka  yang  jeli
              memanfaatkan peluang. Sekecil apa pun! (BUDI SUWARNA/ ESTER LINCE NAPITUPULU)

















                                                           23
   19   20   21   22   23   24   25   26   27   28   29