Page 10 - e-KLIPING KETENAGAKERJAAN 21 JUNI 2021
P. 10
Pada Februari 2016, saat Musdalifah lengah, Ani berhasil kabur dengan memanjat pagar rumah
setinggi dua meter. Ia meminta pertolongan kepada tetangga yang kemudian mengantarnya ke
kantor polisi. Polisi yang menggerebek rumah itu menemukan ada tiga pekerja rumah tangga
lain yang juga disiksa oleh Musdalifah dan suaminya. Bahkan ada pekerja yang juga mengalami
kekerasan seksual.
Seperti juga Ani, mereka tidak pernah mendapat bayaran dari majikannya. Hingga kasusnya
dibawa ke meja hijau dan majikannya dipenjara, mereka tak mendapat kompensasi apa pun. Ani
hanya mendapat perawatan di rumah sakit, itu pun dengan dibantu oleh lembaga masyarakat
sipil, seperti Jaringan Nasional Advokasi Pekerja Rumah Tangga (Jala PRT) dan Lembaga
Bantuan Hukum Asosiasi Perempuan Indonesia untuk Keadilan (LBH APIK).
Koordinator Nasional Jaringan Nasional Advokasi Pekerja Rumah Tangga Lita Anggraini
mengatakan kekerasan terhadap pekerja rumah tangga terus meningkat setiap tahun. Pada
2018, Jala PRT mencatat ada 434 kasus kekerasan. Tahun berikutnya, jumlahnya bertambah
menjadi 467 kasus. Tahun lalu, jumlah itu melonjak hingga 897 kasus. Adapun jumlah kasus
sementara hingga April tahun ini sebanyak 437.
Menurut Lita, sebagian besar kasus itu merupakan kekerasan ekonomi, seperti gaji tak dibayar
atau dipotong, pemutusan hubungan kerja, hingga tak mendapat tunjangan hari
raya. Sebagian lagi terkait dengan dugaan pelecehan seksual, penyekapan, penyalur yang
bermasalah, kekerasan fisik, dan perdagangan manusia. "Hampir semua kasus itu tidak sampai
ke pengadilan karena dianggap tidak ada bukti," tuturnya.
Pekerja rumah tangga, kata Lita, termasuk berkategori rentan. Sebab, belum ada payung hukum
yang mengatur perlindungan terhadap mereka. Lita mencontohkan, dinas tenaga kerja tak bisa
ikut menyelesaikan persoalan gaji atau THR karena pekerja rumah tangga tidak berstatus
pekerja atau memiliki hubungan kerja yang jelas. Payung hukum itu jelas diperlukan mengingat
jumlah pekerja rumah tangga di Indonesia cukup banyak. Survei Organisasi Buruh Internasional
(ILO) dan Universitas Indonesia pada 2015 menunjukkan ada 4,2 juta orang menjadi pekerja
rumah tangga.
Hingga kini, Rancangan Undang-Undang Perlindungan Pekerja Rumah Tangga belum disahkan.
Padahal peraturan itu sudah diajukan ke Dewan Perwakilan Rakyat pada 2004. Bolak-balik masuk
program legislasi nasional, pasal-pasal dalam RUU PPRT tak pernah dibahas di Senayan.
Pertengahan tahun lalu, RUU PPRT disetujui sebagai usul inisiatif DPR dalam rapat pleno Badan
Legislasi. Namun Badan Musyawarah---alat kelengkapan Dewan yang berisi pimpinan DPR serta
pimpinan fraksi---tak meloloskan rancangan itu untuk dibahas.
Tahun ini draf tersebut kembali masuk program legislasi nasional
Jika RUU PPRT disahkan, hubungan kerja antara pekerja rumah tangga dan majikannya bakal
lebih jelas. Sebagian pasal dalam rancangan tersebut mengatur perlindungan dan kesejahteraan
untuk pekerja rumah tangga. Misalnya ada pengaturan usia pekerja minimal 18 tahun, jam kerja,
waktu libur, besaran upah, serta tunjangan kesehatan dan THR.
Berupaya mengegolkan RUU tersebut, Komisi Nasional Anti-Kekerasan terhadap Perempuan
(Komnas Perempuan) bersama sejumlah organisasi masyarakat sipil lain, termasuk Jala PRT,
terus melobi DPR. Komisioner Komnas Perempuan Theresia Iswarini mengatakan lembaganya
membentuk tim lobi yang bertugas mendekati anggota Dewan. "Kami terus berupaya agar RUU
PPRT segera dibahas dan disahkan," ujar Theresia.
Menurut Theresia, sebanyak tujuh dari sembilan fraksi di Dewan mendukung pembahasan
rancangan tersebut. Salah satu yang mendukung segera dibahasnya RUU PPRT adalah Fraksi
9