Page 11 - e-KLIPING KETENAGAKERJAAN 21 JUNI 2021
P. 11
NasDem. Wakil Ketua Badan Legislasi dari NasDem, Willy Aditya, mengatakan RUU ini penting
segera dibahas karena maraknya kasus kekerasan terhadap pekerja rumah tangga. Willy
mengakui masih ada fraksi yang khawatir RUU ini bakal mengubah aturan perekrutan pekerja
rumah tangga yang semula informal menjadi formal. "Padahal aturan ini berdasarkan
kesepakatan kedua belah pihak," ujar Willy.
Ganjalan pembahasan draf tersebut datang dari dua fraksi terbesar di DPR, yaitu Partai
Demokrasi Indonesia Perjuangan dan Golongan Karya. Dua partai itu beranggapan aturan itu
bakal menyusahkan masyarakat. Anggota Badan Legislasi dari Fraksi Golkar, Firman Subagyo,
mengatakan partainya belum melihat urgensi rancangan aturan tersebut. Ia mencontohkan,
tidak semua orang sanggup membayar gaji pekerja rumah tangga sesuai dengan upah minimum
atau memberikan tunjangan kesehatan.
Firman juga menyoroti soal pengaturan jam kerja dalam rancangan tersebut. Kalau terjadi
kelebihan jam kerja, pekerja rumah tangga bisa saja meminta uang lembur. Dampaknya, beban
majikan akan bertambah. "Selama ini proses perekrutan pekerja rumah tangga lebih banyak
didasarkan pada pendekatan sosio-kultural yang berlandaskan jam kerja dan gotong royong,"
kata Firman.
Anggota Badan Legislasi dari Fraksi PDI Perjuangan, Hendrawan Supratikno, menganggap RUU
PPRT perlu digodok kembali sebelum dibahas. PDI Perjuangan menilai hubungan antara pekerja
rumah tangga dan majikan bukan relasi transaksional. "Aspek rasional dan kultural itu tidak boleh
direduksi menjadi transaksional," ucapnya. Menurut Hendrawan, RUU tersebut harus
berorientasi pada relasi kekeluargaan, keadilan, dan perlindungan hukum.
Benarkah RUU itu bakal mempersulit majikan? Komisioner Komnas Perempuan Theresia Iswarini
mengatakan tidak ada poin dalam RUU PPRT yang berseberangan dengan nilai kekeluargaan. Ia
mencontohkan besaran gaji, jam kerja, dan hari libur bisa dikompromikan oleh majikan dan
pekerja rumah tangga. "Jadi tidak harus mengikuti upah minimum," kata Theresia.
Komnas Perempuan sudah bersurat dan berkomunikasi dengan sejumlah kader partai banteng
untuk berdialog dengan Ketua Umum PDI Perjuangan Megawati Soekarnoputri juga dengan
Ketua PDIP sekaligus Ketua DPR, Puan Maharani. Komnas Perempuan bermaksud menjelaskan
secara menyeluruh soal isi RUU PPRT. Namun permintaan itu belum mendapat respons. Theresia
berharap dua partai yang menolak bisa melihat urgensi pembahasan RUU PPRT. Adapun
menurut Hendrawan, partainya terbuka untuk berkomunikasi.
Meski belum ada payung hukum yang jelas, sejumlah majikan sudah mulai menyadari
pentingnya perlindungan dan kesejahteraan untuk pekerja rumah tangga. Dea Noviana, tenaga
kesehatan yang bekerja di salah satu rumah sakit di Yogyakarta, tak mempersoalkan sistem
kontrak kerja dengan pekerja rumah tangga. Menurut dia, sistem kontrak justru memperjelas
hak dan kewajiban majikan serta pekerja.
Tak hanya membayar gaji untuk Siti Islamiyah, pekerja di rumahnya, Dea juga merogoh kocek
untuk membayar iuran jaminan sosial ketenagakerjaan senilai Rp 30 ribu per bulan. Ia pun
memberikan tunjangan hari raya sebesar satu kali gaji Siti, yaitu Rp 2,3 juta. Siti juga mendapat
jatah libur sehari sepekan. "Saya sebagai pekerja juga memerlukan waktu istirahat. Jadi wajar
kalau pekerja rumah tangga mendapat libur," katanya.
Pun Siti Islamiyah yang bekerja sebagai pengasuh anak membenarkan soal fasilitas yang
diterimanya. Perempuan 38 tahun ini telah bekerja sekitar lima tahun di rumah Dea dan tak
pernah merasa kekurangan sebagai pekerja rumah tangga. "Semua kebutuhan saya terpenuhi,"
ucapnya.
10