Page 4 - e-KLIPING KETENAGAKERJAAN 15 APRIL 2021
P. 4
Terutama terkait aturan turunan berupa Peraturan Pemerintah (PP) untuk penempatan dan
perlindungan awak kapal niaga maupun perikanan yang bekerja di kapal berbendera asing. Saat
ini, rancangan PP-nya telah selesai proses harmonisasi dan telah diajukan ke Sekretariat Negara.
Ida menyatakan, RPP ini membawa harapan agar perlindungan ABK menjadi lebih lengkap mulai
dari sebelum, selama, dan setelah bekerja. Selain itu, permasalahan dualisme perizinan,
lemahnya pendataan dan koordinasi antar K/L terkait, rendahnya kompetensi awak kapal
perikanan kita, serta lemahnya pengawasan, diharapkan juga tidak lagi muncul.
"Substansi pada Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP) Pelindungan Awak Kapal, yang mana
rujukan pengaturannya kita ambil, baik dari instrumen internasional, yaitu Konvensi ILO
mengenai maritim (Maritime Labour Convention) dan Konvensi ILO Nomor 188 mengenai Pekerja
di Sektor Perikanan, serta aturan perundang-undangan nasional terkait lainnya, seperti di bidang
pelayaran, kepelautan, serta perikanan," jelas Ida.
Pihaknya juga selalu melakukan pembinaan dan pengawasan kepada perusahaan penempatan
pekerja migran, termasuk yang menempatkan awak kapal perikanan, guna memastikan
perusahaan ini dalam operasionalnya tidak melakukan pelanggaran aturan.
Sementara itu, kepala BP2MI, Benny Rhamdani, menyatakan bahwa pokok permasalahan
sulitnya penanganan ABK perikanan di Indonesia, yakni muaranya adalah ketidakjelasan tata
kelola penempatan ABK. Hal ini dikarenakan masih ada tumpang tindih dalam memberikan izin
penempatan bagi awak kapal yang ingin bekerja di kapal berbendara asing.
"Kami punya harapan dari UU No.18 Tahun 2017 dan peraturan turunan dari UU ini, akan
memberikan jawaban yang pasti bagi tata kelola baik bagi tata kelola maupun pelindungan bagi
awak ABK perikanan Indonesia. Kuncinya adalah jika sistem sudah kita buat dan diperkuat, maka
kolaborasi dan koordinasi menjadi penting dalam menangani masalah awak kapal perikanan
Indonesia," tandas dia.
3