Page 37 - e-KLIPING KETENAGAKERJAAN 22 SEPTEMBER 2020
P. 37
Hussin menambahkan, pada saat yang hampir bersamaan dengan penemuan enam jenazah itu,
otoritas keamanan Malaysia menahan sembilan la-ki-laki yang juga diduga WNI. Mereka
ditangkap sekitar 1 kilometer (km) dari lokasi penemuan jenazah.
Sembilan laki-laki tersebut, lanjut Hussin, diyakini mempunyai keterkaitan dengan enam WNI
yang meninggal. Namun, otoritas keamanan belum yakin 15 WNI itu berada di perahu yang
sama saat menyeberang ke Malaysia. Semua jenazah dan penumpang perahu yang selamat
diperiksa di Rumah Sakit Sultan Ismail, Johor Bahru, Malaysia.
Naik perahu dari Bintan
Direktur Perlindungan WNI Kementerian Luar Negeri Ju-dha Nugraha dalam keterangan tertulis
menuturkan, Konsulat Jenderal Republik Indonesia (KJRI) di Kota Johor Bahru berkoordinasi
dengan otoritas setempat untuk penanganan jenazah. KJRI pun memberi pendampingan
kekonsuleran bagi sembilan WNI yang selamat dan sedang ditahan otoritas keamanan. Menurut
Anang Firdaus, Kepala Fungsi Penerangan Sosial dan Budaya KJRI di Johor Bahru, KJRI sudah
bertemu dengan empat dari sembilan orang yang ditemukan petugas Malaysia. "Dari wawancara,
diperoleh keterangan mereka naik perahu dari Tanjung Uban, Bintan, Kepulauan Riau," ujarnya.
Kepala Satuan Polair Polres Bintan Ajun Komisaris Suardi mengatakan telah berada di Tanjung
Uban untuk mengumpulkan data terkait kecelakaan perahu pengangkut WNI di pesisir Malaysia
tersebut. Lokasi ini sering digunakan untuk menyelundupkan barang, seperti narkoba dan
manusia.
Bulan lalu, tiga warga Kabupaten Bintan Utara disergap penjaga pantai Malaysia di Tanjung
Sedili, 90 km dari Johor Bahru, saat menyelundupkan ratusan ekor burung murai dari Malaysia
ke Indonesia. Satu orang di antaranya meninggal akibat ditembak karena berupaya merebut
senjata petugas. Selain Bintan, Batam juga digunakan pekerja migran Indonesia ilegal untuk
menyeberang ke Malaysia. Pada 5 Mei 2019, tiga orang hilang dan satu orang tewas setelah
perahu yang berisi 10 pekerja migran ilegal karam di pesisir Nongsa, Batam.
Kecelakaan paling parah terjadi pada 2 November 2016. Ketika itu, kapal pengangkut 93 pekeija
migran Indonesia ilegal dan lima anak balita dari Johor Bahru tenggelam di perairan Batam.
Sebanyak 54 orang meninggal dan enam orang hilang. (MIID/NDU).
36