Page 305 - KLIPING KETENAGAKERJAAN 14 OKTOBER 2020
P. 305
Selama ini, BPJS Ketenagakerjaan telah memiliki empat program yang ditanggung oleh buruh
dan pengusaha, yakni Jaminan Kecelakaan Kerja (JKK), Jaminan Hari Tua (JHT), Jaminan
Pensiun (JP), dan Jaminan Kematian (JK).
Jika ditambah dengan JKP, tapi pemerintah tak memberikan suntikan anggaran, hal tersebut
justru akan memberatkan BPJS Ketenagakerjaan. Sementara, apabila anggarannya berasal dari
potongan iuran dari pekerja dan pemberi kerja, hal tersebut justru akan makin memberatkan
dunia usaha.
"Harus jelas dulu dari mana uangnya. Siapa yang mau bayar? Karena uang yang dikelola BPJS
Ketenagakerjaan tidak boleh sembarang digeser. Silang pakai saja tidak boleh. Misalnya, jaminan
kematian dipakai untuk jaminan kecelakaan kerja, tidak boleh," ucap Indra kepada
CNNIndonesia.com Selasa (13/10).
Seperti diketahui, UU Ciptaker yang disahkan DPR 5 Oktober lalu merevisi UU nomor 40 tahun
2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN) dan UU nomor 24 tahun 2011 tentang BPJS.
Revisi sejumlah pasal tersebut tersebut membuat JKP masuk ke dalam UU SJSN, sehingga total
akan terdapat enam jaminan sosial-JKK, JHT, JP, JK, dan Jaminan Kesehatan yang dikelola BPJS
Kesehatan. Selain itu, revisi UU BPJS dalam UU Ciptaker akan menambah tugas BP Jamsostek
untuk mengelola program JKP.
Menurut Indra, masalah lain dari program JKP dalam UU Ciptaker adalah ketidakpastian terkait
sasaran program. Sebab, jika mengacu pada UU SJSN tertulis, maka seharusnya seluruh pekerja
berhak mendapatkan program JKP tersebut.
"Ini mau dikasih ke seluruh pekerja formal atau mencakup pekerja kecil dan mikro dan yang
nonformal juga? Mekanismenya bagaimana? Tumpang tindih enggak sama program lain?
Prakerja, misalnya. Ini kan harus dipikirin," tuturnya.
Di samping itu, masalah lainnya adalah ketidakjelasan masa waktu manfaat JKP kepada pekerja
yang mengalami PHK. Jika pekerja hanya mendapatkan manfaat selama maksimal selama 6
bulan, menurutnya, hal tersebut juga bisa menimbulkan masalah bagi mereka yang tak kunjung
mendapat pekerjaan.
"Yang belum dapat pekerjaan bagaimana? Yang terus menganggur apakah dibiayai terus? Bisa
saja memang itu diatur di BP Jamsostek, tapi balik lagi anggarannya dari mana. Kalau mau lebih
lama dia siapa yang bayar?" tandasnya.
Sebelumnya, Menteri Ketenagakerjaan Ida Fauziyah mengatakan pemerintah telah menyiapkan
modal awal pelaksanaan program sebesar Rp6 triliun. Modal berasal dari APBN.
"Yang terkait dengan dana awal untuk program JKP, UU juga sudah mengatur dana awalnya
akan diambil dari APBN paling besar Rp6 triliun," ujarnya dalam konferensi pers virtual terkait
UU Ciptaker, Rabu (7/10) lalu.
Detailnya, UU Ciptaker menyatakan penyelenggaraan program JKP akan dilakukan oleh
pemerintah dan BPJS Ketenagakerjaan. Nantinya, JKP akan diberikan secara nasional
berdasarkan prinsip asuransi sosial kepada seluruh peserta yang telah membayar iuran dengan
masa kepesertaan tertentu.
304